Lelaki itu musik, menulis musik sepanjang siang dan malam dan melampaui siang dan malam, seolah berpacu dengan kematian, seolah ia tahu kematian akan menghampiri segera.
Ia menggubah dengan ritme tinggi, satu demi satu, dan dalam partiturnya ia membiarkan garis-garis kosong yang membuka ruang bagi petualangan bebas improvisasi.
Tak diketahui bagaimana ia masih punya waktu, tetapi dalam hidupnya yang sekejap ia menghabiskan berjam-jam waktunya melahap buku di perpustakaannya yang luas, atau tenggelam dalam perbincangan yang riuh dengan orang-orang yang dipandang rendah oleh polisi kerajaan, seperti Joseph von Sonnenfels, ahli hukum yang berhasil membuat Wina melarang penyiksaan, yang pertama diundangkan di Eropa.
Teman-temannya musuh despotisme dan kedunguan. Anak Pencerahan, pembaca L’Encyclopédie, Mozart menjadi bagian dari ide-ide yang mengguncang di masanya.
Saat usianya duapuluh lima, komponis kelahiran Salzburg, 17 Januari 1756 ini kehilangan pekerjaannya sebagai musisi Raja dan tak pernah sekalipun menginjakkan kaki lagi di istana. Sejak itu, ia hidup dari konser-konser dan penjualan karya-karyanya, yang banyak dan sangat dihargai tinggi, tetapi dibayar rendah.
Ia seorang seniman independen ketika independensi sesuatu yang jarang, dan ia harus membayar mahal untuknya. Sebagai hukuman atas sikap merdekanya, ia meninggal tercekik hutang: dunia berhutang untuk musik begitu besar kepadanya, namun ia meninggal berhutang.
Wolfgang Amadeus Mozart mati pada usia yang masih amat muda, 35 tahun, tapi telah menghasilkan 626 karya—jumlah yang sungguh besar dalam rentang waktu yang begitu pendek.
Eduardo Galeano
“Mirrors”
Penerjemah: Wardah Hafidz