Bahaya Transaksi Aplikasi Era Pandemi

Oleh Suryo Winarno

Pandemi membangkitkan industri kesehatan sejalan kebutuhan masyarakat yang sehat. Berkaitan dengan produk kesehatan yang mesti halal, usaha mikro, kecil dan menengah berjuang sertifikasi produk halal ke Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk kelancaran penjualan.

Sertifikat halal diperlukan UMKM untuk mendapat kepercayaan pelanggan. Dengan UMKM memiliki sertifikat halal produk dijamin halal karena produk dari bahan dasar halal dan diolah dengan cara halal berimplikasi mematuhi peraturan kesehatan. Betulkah? Pelanggan yang menentukan.

Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetik Majelis Ulama Islam (LPPOK MUI), Muti Arintawati, antsuiasme pelaku usaha memperoleh sertifikat halal lebih meningkat ditengah pandemi dibanding sebelum pandemi.

Tahun 2019 sebanyak 2.026 pelaku usaha mendaftarkan sertifikat halal. Tahun 2020 sebanyak 4.808 pelaku usaha mendaftarkan sertifikat halal. Produk didaftarkan untuk sertifikat halal 52.827 unit pada 2019, meningkat jadi 112.695 unit pada 2020.

Pertanyaannya, mengapa sertifikasi halal menjadi bagian penting bagi pelaku usaha, sedangkan kualitas kurang menjadi perhatian? Mungkin pelaku usaha lupa tentang kualitas menentukan produk di pasar, disamping harga bersaing, dan merek berintegritas.

Sebaiknya pelaku usaha tidak melupakan kualitas kalau ingin produk memasuki pasar tingkat nasional dan internasional. Sebab kenyataan di lapangan pelaku UMKM kurang menjaga kualitas sehingga ditemukan cemaran benda asing di produk saat diterima pelanggan.

KUALITAS

Kualitas merupakan keseluruhan karakter produk berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pelanggan. Karakteristik produk mesti memenuhi persyaratan teknis dan permintaan pelanggan. Contoh, tidak kadaluarsa, mudah dikonsumsi, tidak tercemar benda asing, tidak mengandung bahan kimia beracun, dan tidak ada cemaran mikrobia.

Sejumlah pelaku UMKM yang memiliki pasar lokal terkadang ditemukan abai terhadap kualitas. Hal ini bisa ditunjukkan produk makanan dan kosmetik tercemar benda asing. Yang kadang terjadi cemaran benda asing seperti rambut, semut mati, tangkai, serabut di dalam produk. Cemaran benda asing tergantung produk.

Cemaran bahan kimia di makanan dan minuman berasal dari pengawet dan pewarna non makanan di buah, ikan, bakso, daging. Dengan menambahkan bahan kimia pelaku usaha dapat memberikan daya tarik produk kepada pelanggan. Namun dibalik penambahan bahan kimia bisa menjadi kecelakaan bagi konsumen.

Bahan kimia tidak diinginkan di kosmetik terkadang menimbulkan dampak buruk kepada pelanggan berwujud kepanasan, muka merah, dan kulit terkelupas. Implikasi produk tidak standar mencederai kepercayaan pelanggan.

Mikrobia (bakteri dan virus) terjadi berasal dari produk tidak matang atau disiapkan pelaku usaha ketika mendapat pesanan banyak namun tenaga kerja kurang. Selain itu, suka dijumpai sarana pencucian dan fasilitas pendukung seadanya.

Akibatnya produk dikirim kepada konsumen dalam kondisi tidak layak konsumsi tapi konsumen tidak mengetahui dan tidak memeriksa produk secara cermat. Setelah mengkonsumsi produk, konsumen mengeluh perut mules atau diare. Keluhan pelanggan seperti ini paling ringan.

Produsen obat membuat merek seperti produk laris dibeli konsumen di tengah pandemi. Selain itu, pelaku usaha tidak memberikan batas waktu dikonsumsi. Akhirnya, konsumen tanpa periksa kualitas produk dipakai menimbulkan masalah tapi sudah terlambat.

PENCEGAHAN

Pemerintah (BPOM) perlu intensif mengawasi kualitas obat, makanan dan minuman, komestik, obat yang dijual secara on line kepada konsumen. Jangan sampai terjadi masalah besar baru ramai melakukan tindakan penegakan hukum, sementara BPOM tidak mengerjakan pengendalian kualitas secara tidak langsung dengan alasan serangan corona.

Konsumen mesti cermat menerima barang yang diantar secara daring ditengah pandemi yang belum diketahui secara pasti berhenti. Selayaknya pelanggan memeriksa kualitas produk. Kalau terjadi penyimpangan kualitas segera menghubungi pembuat produk untuk meminta penjelasan agar tidak ada kejadian berulang.

Inilah bahaya bahaya sistem penjualan secara daring di tengah pandemi. Penjualan daring mengatasi masalah transportasi tapi kualitas kadang diabaikan produsen dan konsumen.

Pemerintah dan masyarakat mesti hati-hati terhadap produk yang dijual online agar bencana tidak diduga karena pandemi belum tahu berhenti. Semoga itu tidak terjadi!

Suryo Winarno, Praktisi Kesehatan Kerja di Industri Pengolahan Pangan.

Umana Bali, LXR Rayakan Ulang Tahun Pertama dengan Perayaan Spesial Selama 3 Hari

Umana Bali, properti dari LXR Hotels & Resorts, baru saja merayakan ulang tahun pertamanya...

89% Generasi Milenial dan Gen Z Optimis pada Masa Depan

Meskipun Keduanya Mengkhawatirkan Pekerjaan, Pendidikan, dan KesehatanDi Indonesia, ketika berbicara terkait masa depan Generasi...

Kenalkan AI dalam Strategi Digital Marketing, MAXY Academy Gelar Webinar SEO dengan AI Gratis

Surabaya, 18 November 2024 – "SEO bukan hanya soal kata kunci, tetapi bagaimana kita...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here