Media vs Media Sosial

Media massa sering dianggap sebagai pilar keempat dalam penegakan demokrasi di sebuah negara. Kebebasan dalam penyampaian informasi (yang bertanggungjawab) sangat diutamakan dalam penyebaran informasi tersebut. 

Namun, sejak kehadiran new media, termasuk media sosial yang bisa dilakukan siapa saja serta informasinya bersifat dua arah, peta media sebagai pilar keempat itu agaknya mulai berubah. Apa kelebihan dan kelemahan masing-masing, antara media dan media sosial? 

Topik menarik itu dibahas dalam Webinar Series episode ke 6 yang bertajuk “Media vs Media Sosial”, Sabtu jam 10.00 WIB,7 Agustus 2021. Diskusi via Zoom dengan host Elizabeth Claudia dari Padusi.id, menampilkan pembicara jurnalis senior Dedy Sofan, serta moderator Amar Kanz dari Masaru Fortuna Komunika, yang jagoan di bidang media sosial.

Menurut Dedy Sofan, editor media online Male.co.id, perkembangan media saat ini memang sangat pesat. Apalagi, ditambah dengan hadirnya berbagai platform, media (dan juga jurnalis) dapat merasa lebih dekat dengan pembaca.

Hemat Dedy, yang sudah menjadi wartawan sejak 2010, media dan media sosial memang mempunyai sifat yang berbeda, tapi keduanya seyogyanya tidak dipertentangkan, justru saling melengkapi. Dengan adanya pandemi, perkembangan dunia digital rasanya makin cepat dan menarik. Media, harusnya sudah mulai bersahabat dengan media sosial. “Media dapat memanfaatkan media sosial untuk menjadi jembatan yang akan membantu audiens untuk membaca di platform media,” katanya.

Dengan beriklan menggunakan media sosial, seperti YouTube, Instagram, FB, hingga Twitter, bahkan akan sangat membantu meningkatkan audiens dan kunjungan pada website media.

Citizen journalism yang sedang ramai dibahas akhir-akhir ini menjadi salah satu peluang bagi media. Munculnya netizen yang sering membuat opini, kadang-kadang fakta dan akurasinya kurang tepat. Tidak hanya kurang tepat, namun terkadang citizen journalism dapat memunculkan hoax yang dapat menggiring sebuah opini publik. 

Ada baiknya media berperan untuk meluruskan informasi dari citizen journalism yang salah tersebut. Berbagai informasi yang ada dalam berita di media, sudah pasti dihadirkan bersama dengan kutipan nara sumber yang valid. “Jadi, media validitasnya lebih teruji, karena dikerjakan oleh para profesional yang mempunyai pendidikan atau pengalaman jurnalistik. Sehingga, sudah terbiasa dengan cek dan ricek, cover both side story, akurasi dan sejenisnya.”

Dedy selalu mengingatkan kepada sesama jurnalis untuk tetap mengikuti kode etik jurnalistik, terutama bagi citizen journalist yang baru memulai. Kode etik jurnalistik sebaiknya dipelajari, sehingga tidak mudah muncul konflik yang berasal dari berita-berita yang kurang valid. (Namita Marsya)

Umana Bali, LXR Rayakan Ulang Tahun Pertama dengan Perayaan Spesial Selama 3 Hari

Umana Bali, properti dari LXR Hotels & Resorts, baru saja merayakan ulang tahun pertamanya...

89% Generasi Milenial dan Gen Z Optimis pada Masa Depan

Meskipun Keduanya Mengkhawatirkan Pekerjaan, Pendidikan, dan KesehatanDi Indonesia, ketika berbicara terkait masa depan Generasi...

Kenalkan AI dalam Strategi Digital Marketing, MAXY Academy Gelar Webinar SEO dengan AI Gratis

Surabaya, 18 November 2024 – "SEO bukan hanya soal kata kunci, tetapi bagaimana kita...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here