Oleh Suryo Winarno
Presiden Joko Widodo meminta semua pihak segera melakukan transformasi ekonomi. Ekonomi masa depan berlandaskan pada ekonomi hijau dan ekonomi digital. Karena itu, pemerintah perlu menata ekonomi hijau mengingat semua negara di dunia meninggalkan produk-produk yang diolah memakai energi fosil.
Dalam pidato di CEO Forum (18/11/2021), Presiden menyatakan pembicaraan di G-20 (Itali) tidak lagi tentang masa lalu tetapi semua negara larinya ke ekonomi hijau. Indonesia memiliki kekuatan besar ekonomi hijau dengan sejumlah energi hijau. Misalnya, energi hidro, energi geotermal, angin, dan surya.
Presiden meminta ekosistem digital disiapkan karena Indonesia punya potensi ekonomi digital sangat besar. Sekarang ini Indonesia memiliki 2.229 perusahaan rintisan (start up). Sementara potensi nilai ekonomi digital diperkirakan 124 miliar dolar Amerika Serikat pada 2025.
Untuk menuju ekonomi baru berbasis ekonomi hijau dan ekonomi digital, dibutuhkan kerja keras membangun insfrastruktur, transisi ekonomi lama (boros energi) dan merusak lingkungan, menjadi energi ramah lingkungan. Selain itu, kita menyiapkan pekerja berkompeten dalam lingkungan baru (efisien energi dan sumber daya alam) hingga dihasilkan emisi karbon yang rendah.
Kecepatan menjadi kunci utama merubah aktivitas ekonomi yang ramah lingkungan. Presiden memperkirakan waktu dua tahun ke depan harus dimanfaatkan untuk memacu transformasi ekonomi. Untuk itu, regulasi yang menghambat harus diganti dan kerja cerdas mempercepat transisi ekonomi Indonesia bisa masuk ke dalam ekonomi baru. Semoga cita-cita ini menjadi realita bukan utopia.
EKONOMI HIJAU
Ekonomi hijau merupakan model ekonomi keseimbangan dalam aspek profit, aspek lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat. Secara rinci ekonomi hijau mencakup kegiatan menerapkan daur ulang produk, efisiensi penggunaan sumber daya alam (energi, air, tambang, pertanian), penerapan masa berlaku produk lebih lama tapi aman, pengurangan limbah dan sampah, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan kegiatan ekonomi efisien memakai sumber daya alam, emisi karbon ke udara bisa ditekan maka pemanasan global berkurang. Implikasinya, perubahan iklim bisa dikurangi sehingga bencana alam dan cuaca ekstrim hilang, maka kehidupan manusia di muka bumi jadi aman dan nyaman.
Ekonomi hijau telah diiniasi Indonesia sejak 30 tahun tahun lalu. Praktek ekonomi hijau berevolusi mengikuti regulasi lingkungan dunia, termasuk kapasitas pemerintah Indonesia. Seiring dengan revisi regulasi lingkungan dunia dan peningkatan regulasi pemerintah tercipta kenaikan jumlah industri menerapkan ekonomi hijau.
Praktek ekonomi hijau diinisasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 1990, dengan nama Program Kali Bersih berevolusi menjadi Program Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan (PROPER) saat ini. Sementara Kementerian Perindustrian memulai Program Penghargaan Indutri Hijau pada 2010. Kedua program ini dilaksanakan dan dipublikasikan pemerintah lewat media elektronik dan cetak.
Korporasi dikatakan menerapkan ekonomi hijau kalau melahirkan inovasi efisiensi energi, menjalankan efisiensi pemakaian air, melakukan program perlindungan keanekaragaman hayati, menjalankan program reduce, reuse, recycle (3R) limbah berbahaya dan beracun, program 3R sampah, meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat program tanggung jawab sosial perusahaan. Bagaimana kinerja ekonomi baru saat pandemi?
KINERJA EKONOMI
Tahun 2020 efisiensi energi 430.24 juta GJ, reduksi emisi 131.24 juta ton C02-e, implementasi 3R LB-3 reduksi limbah B-3 sebesar 16,40 juta ton, 3R sampah turunkan sampah 5.03 juta ton, efisiensi pemakaian air 339.53 juta m3, beban cemaran air turun 46.16 juta ton.
Nilai ekonomi hijau tahun 2020 adalah efisiensi energi mencapai Rp 37.471 miliar, reduksi emisi setara Rp 35.785 miliar, 3R limbah B-3 Rp 10.671 miliar, 3R sampah Rp 3.285 miliar, efisiensi pemakaian air Rp 3.679 miliar, penurunan beban pencemaran air Rp 6.013 miliar.
Tahun 2019 efisiensi energi 663,9 juta GJ, reduksi emisi sebesar 93,83 juta ton C02-e, 3R menurunkan LB-3 sebesar 17,77 juta ton, 3R limbah non B3 turun sebanyak 9,92 juta ton, efisiensi pemakaian air sebesar 459,90 juta m3, beban pencemaran air turun 50,60 juta ton.
Nilai ekonomi hijau 2019 adalah efisiensi energi mencapai Rp 103.879 miliar, reduksi emisi Rp 25.661 miliar, 3R limbah B-3 senilai Rp 690.616 miliar, 3R sampah bernilai Rp 15.999 miliar, efisiensi pemakaian air Rp 35.378 miliar, beban pencemaran air turun Rp 3.971 miliar.
Tahun 2018 efisiensi energi 273,61 juta GJ, penurunan emisi 38,02 juta ton C02-e, 3R turunkan LB-3 sebesar 16,34 juta ton, 3R limbah non B3 turunkan 6,83 juta ton, efisiensi pengggunaan air 540,45 juta m3, penurunan beban pencemaran air limbah 31,72 juta ton.
Tahun 2018 konversi ekonomi energi Rp 99.306 miliar, reduksi emisi Rp 64.359 miliar, 3R limbah B-3 senilai Rp 10.105 miliar, 3R limbah non B3 bernilai Rp 3.904 miliar, efisiensi pengggunaan air Rp 63.300 miliar, penurunan beban pencemaran air Rp 41.012 miliar.
Pada waktu periode tersebut dana korporasi di tengah masyarakat senilai Rp 1.531 miliar; Rp 22.874 miliar; Rp 6.206 miliar. Dana ini dipakai renovasi masjid, bangunan sekolah SD, SMP atau madrasah, perbaikan jalan desa, pelatihan berwirausaha, pembuatan kolam tempat budidaya ikan emas (Proper, 2020).
Akhirnya, ekonomi hijau menghasilkan cost saving korporasi yang membantu daya saing produk berkompetisi di pasar. Selain itu, korporasi aman beroperasi di tengah masyarakat karena peduli terhadap lingkungan dan memberikan kesejahteraan rakyat hingga saham korporasi memiliki nilai kompetitif karena memiliki profit dan keberlanjutan di masa depan.
Suryo Winarno, Praktisi Ekonomi Industri dan Lingkungan di Industri Makanan dan Minuman.