Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob
Memasuki masa kampanye, kita sering melihat banyak sekali politisi yang menggalang masa dengan membawa penyanyi-penyanyi yang sedang naik daun saat itu. Mereka berupaya keras untuk membuat namanya dikenal meskipun harus merogoh kantong dan mendompleng ketenaran para penyanyi pujaan masa.
Dari situ, kita melihat pentingnya dikenal bagi mereka yang ingin mempengaruhi orang lain. Untuk bisa memasukkan paham, atau keyakinan, si tokoh ini belum mampu melakukannya sendiri, hingga harus menggunakan tangan orang lain.
Pernahkah kita bertanya tentang hal ini kepada diri kita sendiri? Sejauh apa kita dapat menebarkan pengaruh kepada stakeholder kita, baik itu bawahan, atasan, teman, maupun pelanggan? Kita tahu dalam organisasi ada wewenang, ada pula penunjukan jabatan, tetapi seringkali kita tetap tidak bisa menyosialisasikan yang ingin kita komunikasikan.
Ada orang yang sepertinya terlahir sebagai pemimpin. Semenjak kecil, ia sudah memiliki posisi, entah sebagai anak tertua ataupun karena status keluarganya yang membuatnya mudah mendapatkan posisi sebagai pemimpin. Namun, banyak juga yang berusaha keras mendaki tangga kariernya untuk mencapai posisi pemimpin.
Namun, apakah status sebagai pemimpin otomatis dapat langsung membuatnya mudah mempengaruhi bawahannya? walaupun bawahannya menurut, apakah mereka akan melakukannya dengan sukarela?
Banyak pemimpin yang sekedar menggunakan “power” untuk menggerakkan timnya. Melempar perintah tanpa bimbingan yang jelas. Sementara kita, juga mengenal istilah “informal leader” yang tidak memiliki jabatan atau wewenang tertentu, tetapi memiliki pengaruh kuat terhadap orang lain. Bagaimana ini bisa terjadi?
Hal utama untuk mengukur kekuatan pengaruh pimpinan adalah melihat bagaimana bawahan berespons terhadap permintaannya. Apakah bawahan melakukannya dengan rela, antusias, dan bersemangat atau harus ada dorongan berupa pemaksaan atau iming-iming hadiah?
Kredibilitas seorang pemimpin datang dari kekuatan pribadinya yang dapat mendorong tumbuhnya rasa percaya bawahan terhadap dirinya, sampai kepada keterampilan interpersonal yang sebenarnya sangat bisa dipelajari dan dikembangkan oleh seorang pemimpin.
Kekuatan pribadi
Banyak orang berpikir bahwa kekuatan pengaruh bersumber dari kharisma seseorang. Padahal, kita banyak menyaksikan individu yang tadinya bukan siapa-siapa ternyata bisa menjadi pemimpin yang berpengaruh.