Busana klasik kontemporer yang terlihat elegan, sophisticated, sekaligus modern membuka peragaan perdana perancang busana Yanny Tan, 21 November 2018.
Busana yang disuguhkan bercerita tentang alam nan indah yang tertuang dalam motif batik tulis di atas kain tenun sutra atau ATBM, bersusulan tampil dengan tie–dye dan berpadanan selaras dengan bahan-bahan masa kini seperti organdy sutra, embroidery, dalam potongan yang modern. Bahan wooljuga tampil menyisip menjadi aksen yang apik pada kemeja pria.
Melihat karya Yanny Tan selaksa menelisik sebuah karya yang puitis. Karyanya sepuitis tajuk yang dipilihnya: Nature’s Poetry Couture Collection 2019.
Lewat busana Yanny bercerita tentang panorama alam yang dipenuhi dengan bunga-bunga, burung-burung dalam warna yang tenang dan dekat dengan alam seperti coklat, abu-abu, hijau pupus, merah pekat, hingga yang kelam seperti biru dan hitam.
Pemasangan beads di atas lurik dan bahan lain yang bertendensi warna kehijauan terlihat menyatu dengan manik-manik keemasan dan merebakkan aura antik.
Dalam mencipta Yanny meraih ilham dengan hikmat keseluruhan tampilan busana yang akan ia ciptakan. Perancang ini mengerjakan sendiri segalanya sejak dari hulu. Dimulai dengan merancang sketsa batik yang menunjukkan kekuatan desain sekaligus karakter dirinya. Mempersiapkan desain batik secara detail untuk dijadikan gaun atau potongan yang dipadankan dengan busana ciptaannya, baik itu tulis, cap mau pun tie-dye.
Pilihan jenis batik beragam tidak terbatas pada batik daerah tertentu. Ada batik dengan latar belakang gaya peranakan seperti Cina, Jepang atau Turki.
Sang desainer mempertemukan unsur kebaratan berupa bentuk siluet busana yang ringkas dengan unsur ketimuran yang kompleks seperti tertera pada desain motif batik mau pun tie-dye ciptaannya. Hal ini memperlihatkan kebebasan Yanny dalam mengekspresikan gaya rancangannya. Tiap lembar batik dikerjakan oleh para pembatik di rumah produksi pribadinya.
Yanny menawarkan garis busana yang memerdekakan gerak, sebebas jiwanya dalam menafsirkan kembali batik yang lahir dari torehan sketsanya tanpa kehilangan filosofi dan pakem batik itu sendiri.
Empat puluh tujuh set gaun cocktail dan gaun malam, termasuk empat setelan busana pria, ditampilkan di hadapan para tamu undangan dan penulis mode dalam peragaan tunggal bertajuk Nature’s Poetry yang berlangsung di Nusantara Ballroom – Hotel Dharmawangsa, Jakarta.
“I love to make women look beautiful, confident, and comfortable through the clothes they wear without loosing their root,” Yanny berfilosofi.
Yanny memang baru saja merilis peragaan perdananya. Namun, ia telah dengan setia bersikukuh menjalankan profesinya sebagai perancang busana sejak sepuluh tahun lalu yang berfokus pada rancangan pesanan.
Lima tahun belakangan sang desainer mendalami penciptaan batik dan menjadikannya sebagai karya utuh busana untuk ditampilkan tunggal atau pun saat dipadankan dengan bahan lain menjadi satu kesatuan set busana.
Peragaan menjadi bukti ketetapan hati Yanny untuk semakin mencintai kearifan budaya lokal dan tetap selaras dalam kepatutan saat bersanding dengan kemajuan teknologi sekalipun.
Sebuah gaun malam grande dari batik bermotif burung dalam warna biru, kuning, dan merah menuntaskan seluruh koleksi yang telah ditampikan dan merangkum peragaan batik puitis Yanny Tan dengan manis.