Organisasi “Talent Centric”

Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob

Pada masa pandemi kemarin, tiba-tiba saja muncul istilah baru “the great resignation” ketika para gen Y dan Z tanpa ragu hengkang dari perusahaan tempat mereka bekerja karena merasa tidak adanya kecocokan lagi. Kondisi ini sempat membuat bingung banyak organisasi.

Ketika ancaman resesi membayang di depan mata, tenaga-tenaga kerja potensial justru melepaskan posisi mereka. Sementara itu, kita semua tahu bahwa kinerja terbaik membutuhkan tim terbaik.

Artinya, persaingan untuk mendapatkan talenta terbaik akan semakin sulit. Organisasi harus berjuang keras untuk mendapatkan talenta terbaik yang ada di pasaran dan mempertahankannya baik-baik. 

The new age workforce

Bila pada masa lalu kebesaran organisasi dan penawaran gaji menjadi daya tarik utama para talenta, pada masa sekarang fleksibilitas bekerja juga menjadi daya tarik utama para talenta.

Begitu banyak talenta terbaik yang mundur dari perusahaan besar seperti Twitter ketika metode bekerja penuh waktu di kantor menjadi suatu keharusan. Mindset mereka sudah bergeser dengan mengutamakan work life balance sebagai salah satu nilai penting dalam hidup mereka.

Dalam salah satu penelitian Gallup, terlihat bahwa hanya 12 persen tenaga kerja ingin kembali bekerja secara penuh waktu di kantor. Selebihnya memilih bekerja secara hibrida sehingga mereka dapat memiliki kebebasan waktu yang lebih besar untuk mengatur tanggung jawab mereka antara di rumah dengan pekerjaan.

Tidak ada pilihan bagi organisasi, selain benar-benar mempertimbangkan pengaturan kerja bagi para profesional ini. Proses penanganan talenta, pengembangan, dan sikap manajemen ke karyawan perlu lebih atraktif dan menjadikan nilai-nilai hidup karyawan sebagai fokus utama.

Transparansi juga menjadi salah satu hal yang penting bagi para karyawan masa kini. Kejelasan mengenai compensation and benefit, program pengembangan, sampai jalur karier menjadi hal yang prioritas bagi mereka.

Budaya organisasi yang masih kental atmosfer like and dislike, ketika karyawan lebih banyak berfokus pada melayani kebutuhan atasan karena adanya berbagai kemudahan bagi mereka yang dekat dengan manajemen, lambat laun akan ditinggalkan oleh para talenta terbaik mereka. Ingat bahwa people quit bosses, not companies.

Para talenta terbaik ini juga membutuhkan organisasi yang memiliki purpose yang jelas dan bermanfaat bagi sesama. Mereka akan mempertimbangkan “nilai” organisasi dari bagaimana mereka diperlakukan oleh organisasi bahkan mulai dari proses rekrutmen mereka.

Umana Bali, LXR Rayakan Ulang Tahun Pertama dengan Perayaan Spesial Selama 3 Hari

Umana Bali, properti dari LXR Hotels & Resorts, baru saja merayakan ulang tahun pertamanya...

89% Generasi Milenial dan Gen Z Optimis pada Masa Depan

Meskipun Keduanya Mengkhawatirkan Pekerjaan, Pendidikan, dan KesehatanDi Indonesia, ketika berbicara terkait masa depan Generasi...

Kenalkan AI dalam Strategi Digital Marketing, MAXY Academy Gelar Webinar SEO dengan AI Gratis

Surabaya, 18 November 2024 – "SEO bukan hanya soal kata kunci, tetapi bagaimana kita...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here