Budaya Umpan Balik

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob

Banyak orang berpikir bahwa memberikan umpan balik itu sulit sehingga tidak jarang sesi coaching yang seharusnya rutin dan dilakukan secara alamiah dalam organisasi ternyata jarang terlaksana.

Organisasi yang rajin melakukan assessment pada para talentanya pun banyak yang hanya menyimpan hasil assessment di lemari HRD, hanya dibuka jika ada kebutuhan promosi atau ketika ada karyawan bermasalah.

Padahal, investasi untuk assessment ini baru memberikan dampak positif bila ditindaklanjuti dengan pemberian umpan balik agar individu bersangkutan memahami area yang merupakan kekuatannya, dan apa saja yang perlu diperbaiki sehingga lebih siap menghadapi tantangan yang lebih besar.

Ada atasan yang khawatir anak buahnya tersinggung dengan umpan balik yang diberikan. Ia pernah menghadapi anak buah yang justru menyerang balik ketika dijelaskan kekurangan yang harus ia perbaiki.

Ada juga individu yang sangat reaktif dengan umpan balik. Ia ingin cepat-cepat melakukan perbaikan terhadap masukan yang diberikan. Ini justru membuat perubahan yang diharapkan tidak terjadi karena akar masalah yang sesungguhnya belum dieksplorasi.

Berubah sesungguhnya memang tidak mudah. Berubah untuk sehari dua hari mungkin dengan cepat bisa dilakukan. Namun, menjaga konsistensi perubahan sehingga menjadi kebiasaan yang menetap dalam diri, membutuhkan penggarapan yang lebih menyeluruh, keyakinan akan urgensi perubahan, serta komitmen dari setiap individu yang terlibat.

Dengan lingkungan kerja yang kompleks dan berubah demikian cepat saat ini, pengembangan diri para talenta organisasi tidak dapat ditawar-tawar lagi. Untuk mengakselerasi individu dan kinerja organisasi, jalan terbaik adalah memberikan masukan terhadap perilaku individu secara berkesinambungan.

Beberapa survei menunjukkan bahwa umumnya karyawan sangat menantikan pemberian umpan balik ini. Mereka berharap organisasi dapat secara terbuka memberikan masukan terhadap performa sehingga mereka dapat melakukan upaya-upaya meningkatkan kompetensinya.

Namun, mengapa budaya umpan balik ini jarang terlihat di banyak organisasi?

Dua kesalahan yang sering terjadi

Pertama, sering kali pemberian umpan balik tidak disertai dengan pembekalan yang cukup. Kita tahu, memberikan umpan balik membutuhkan keterampilan yang memadai. Tidak semua orang terlahir dengan kecakapan untuk dapat memberikan masukan dengan baik tanpa menimbulkan sakit hati.

Harga Emas Sentuh $2.600, The Fed Hambat Kenaikan Lebih Lanjut

Harga emas (XAU/USD) kembali menunjukkan pergerakan positif setelah berhasil menembus level $2.600 per ounce...

Penyaluran FLPP Capai 179.917 Unit Rumah hinggaa Oktober 2024: Program Perumahan untuk Masyarakat dan Inovasi Produk dalam Sektor Properti

Pencapaian penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hingga akhir Oktober 2024, yang telah mencapai...

HAM Jakarta Rayakan HUT ke-17 dengan Tema “Love & Togetherness”

Himpunan Anak Media Jakarta (HAM Jakarta) memasuki usia remaja. Mencapai 17 tahun perjalanan bukan...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here