Artotel Group dengan bangga mengumumkan pembukaan hotel terbarunya di tahun 2019, Artotel Wahid Hasyim – Jakarta, sebagai hotel kedelapan yang dikelola Artotel Group dan juga menjadi hotel kedua yang terletak di Jakarta.
Terletak di Jl K.H. Wahid Hasyim No 135 – 137, Jakarta Pusat, Artotel Wahid Hasyim – Jakarta memiliki 122 kamar dengan pilihan kategori Studio 20 dan Studio 40 yang tersebar di dua bangunan, East dan West Wing. Setiap kamar Artotel Wahid Hasyim – Jakarta hadir dengan desain interior modern kontemporer yang bernuansa seni dan dilengkapi dengan TV 43 inch, mesin pembuat kopi Dolce Gusto, serta perlengkapan amenities khas Artotel.
Fasilitas pendukung Artotel Wahid Hasyim – Jakarta terdiri dari BANG BANG Restoran & Bar, dibuka 24 jam yang menyajikan gaya hidup masa kini yaitu restoran dengan sajian live entertainment setiap hari serta menu makanan bercita rasa Asia dan berbagai pilihan minuman dari soft drink, juice hingga bir, wine, dan spirit. Selain itu, terdapat juga ArtSpace, yaitu ruang galeri seni yang menjadi fasilitas wajib di setiap Artotel, serta Meetspace sebagai ruang pertemuan yang memiliki kapasitas hingga 50 orang.
Sebagai hotel yang desain interiornya terinspirasi dari seni, Artotel Wahid Hasyim – Jakarta mengaplikasikan unsur seni rupa di setiap sudut fasilitasnya dengan mengambil tema “Metamorfosis’’ dan berkolaborasi dengan 5 seniman lokal kontemporer yang dikurasikan secara khusus oleh divisi seni Artotel Group, yaitu Lala Bohang, Rega Ayundya, Ricky Janitra, Restu Taufik Akbar, dan Marishka Soekarna. Tema Metamorfosis ini menjadi inspirasi bagi para seniman dalam melakukan mural di setiap sudut Artotel Wahid Hasyim – Jakarta. Kesinambungan antara seni rupa kontemporer dengan tema Metamorfosis terlihat jelas pada keselarasan warna cerah, figur-figur animatif yang ditampilkan pada karya setiap seniman.
Erastus Radjimin, CEO Artotel Group mengatakan, “Suatu kehormatan bagi kami ROBINA Group selaku pemilik hotel menunjuk dan mempercayakan Artotel Group untuk mengoperasikan hotelnya dimana lokasinya sangat berdekatan dengan Artotel Thamrin – Jakarta. Sesuai dengan karakter Artotel yang mengusung hotel berkonsep seni dimana seni itu tidak ada yang sama. Maka kami yakin dua Artotel ini tidak akan berkompetisi, justru menjadi pelengkap satu sama lain. Oleh karena itu, kami sangat bangga menjadikan Artotel Wahid Hasyim – Jakarta sebagai hotel ke-2 di Jakarta dan menjadi hotel ke-8 yang dikelola oleh Artotel Group.”
Dengan lokasi yang sangat strategis, di tengah kota Jakarta, lanjutnya, Artotel Wahid Hasyim – Jakarta akan menjadi hotel butik pilihan yang menawarkan gaya hidup masa kini melalui fasilitas interior berkarakter seni dan value for money, serta restoran BANG BANG yang kami konsepkan sedemikian rupa, khususnya oleh tim F&B Artotel Group, untuk menjadi restoran baru di Jakarta pusat yang menjadi pilihan anak-anak muda Jakarta karena sajian live entertainment serta menu makanan dan minuman yang berkualitas dan bercitarasa terbaik dengan harga terjangkau.
We are butterflies, Earth is our chrysalis.
Biodata 5 Seniman Artotel Wahid Hasyim – Jakarta
Lala Bohang
Lala Bohang lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, lulusan arsitektur Universitas Parahyangan, Bandung. Saat ini ia tinggal dan bekerja sebagai seniman penuh waktu sebagai visual artist dan penulis di Jakarta. Sejak kecil ia gemar menggambar hal-hal sederhana dari lingkungan sekitarnya seperti ikan, pisang goreng, dan sebuah jendela di rumahnya. Lala belajar dan mengembangkan kecintaanya pada seni gambar dari almarhum ayahnya yang adalah seorang arsitek. Kemampuan Lala membuat alur cerita yang menarik menjadikannya unik dalam gaya bahasa ia bercerita. Hal ini membawanya kepada beberapa proyek buku ilustrasi yang laris, The Book of Forbidden Feelings (2016), The Book of Invisible Questions (2017), dan The Book of Imaginary Beliefs (2019).
Rega Ayundya
Seniman perempuan tanah air, Rega Ayundya Putri, lulus dari Institut Teknologi Bandung jurusan Seni Rupa dan Desain. Meskipun ia mengambil jurusan seni patung, Rega memutuskan untuk fokus pada seni gambar, kegiatan yang sudah lama ia lakukan. Ia membuat karya-karya gambar berukuran besar dengan arsiran tekun tangannya dengan media pulpen. Rega membuat detail yang rumit pada karyanya, hal ini adalah cara ia mengungkapkan dialog personal yang muncul dari alam bawah sadarnya. Metode ini menjadi cara ia bermeditasi untuk menenangkan pikirannya yang tidak menentu, juga sebagai wujud aksi ‘protes’ damai Rega terhadap budaya kontemporer yang bergejolak saat ini.
Ricky Janitra
Lulus dari Institut Kesenian Jakarta, jurusan Seni Grafis, Ricky Janitra memulai karirnya sebagai seniman dengan menggelar pameran tunggal pertamanya bertajuk ‘Cycltured’, yang memfokuskan pada minatnya dalam mengulik karya-karya eksperimental pada media digital, mulai dari suara, cahaya, cetak serta karya instalasi. Beberapa pameran penting Ricky adalah Fringe Festival di Melbourne, Australia pada tahun 2015, Denfire Galeri di Copenhagen, Denmark dan ‘Dialogue with Sense’ di Korea Selatan pada tahun 2016. Ricky terpilih sebagai salah satu finalis pada ajang seni rupa Bandung Contemporary Art Award di tahun 2017, di tahun ini pula ia mengikuti pameran ‘Indonesia Culture Exchange’ di Korea Selatan.
Restu Taufik Akbar
Lahir di Bandung pada tahun 1990, Restu Taufik Akbar lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan prestasi Summa Cum Laude. Ia mengambil jurusan Seni Rupa dan Desain dengan studi Seni Lukis. Lukisan Restu memperlihatkan bentuk-bentuk dari pengalaman berinteraksi dengan alam, khususnya hutan, dipadukan dengan pemahaman olahan artistik material yang ia gunakan. Ia membiarkan aliran cat dengan warna-warna terang mengalir mengikuti intuisinya di atas material kanvas maupun logam, membentuk sebuah bentangan alam yang tidak dikenali. Warna-warna pada karyanya justru tidak ingin sebagai penanda yang merujuk ke sebuah informasi bentuk tetapi sebagai satu kesatuan yang membangun suatu nuansa. Karena tidak merujuk pada satu tempat spesifik maka bisa dikatakan bentang alam pada lukisan Restu memberikan tawaran lain seperti atmosfer yang ada, dan mengajak kita untuk selalu berpijak pada “tanah pikiran” kita dalam mengalami dunia.
Marishka Soekarna
Marishka Soekarna tinggal dan bekerja di Depok, Jakarta setelah menyelesaikan studi nya di Institut Teknologi Bandung (ITB), jurusan Seni Rupa. Karya-karya Marishka banyak mengangkat isu yang merepresentasikan hal-hal tentang refleksi, feminitas, intimate issue, serta pengamatan sosial yang di tampilkan dalam beragam eksplorasi metode di antaranya seni gambar, lukisan, kolase, seni cetak grafis dan mural. Marishka cenderung menyelidiki pengalaman personal pada karya-karyanya dengan olahan artistik sederhana; sarat dengan makna alternatif atau sekadar penyampaian pesan yang naif. Ia percaya bahwa pengamatan pribadi yang ia miliki dapat melibatkan sudut pandang dengan konsepsi yang lebih luas. Karya-karya terbaru Marishka pernah di pamerkan pada tahun 2015 di Galeri Cipta II, Jakarta dengan judul ‘Wani Di Tata’, dan Jakarta Biennale – ‘Maju Kena Mundur Kena’ di Gudang Sarinah, Jakarta. Tahun 2016 karyanya dipamerkan di City of Arnhem, Belanda, dengan judul ‘Sonsbeek; TransAction’.
Mengenai Artotel Group
Adalah Perusahaan Hospitality Indonesia mengintegrasikan 4 unit bisnis, Hotel, Food & Beverages, Event Management, & Curated Merchandise. Dengan mengusung konsep brand gaya hidup, Artotel Group menawarkan berbagai pilihan brand di industri hotel dari hotel bujet, butik, hingga hotel mewah untuk memenuhi kebutuhan akomodasi dari semua target pasar, terdiri dari Artotel, Curated Collections, Bobotel, Rooms Inc, Artotel Casa, dan Navas. Di bidang food & beverage, Artotel Group menyediakan jasa pengelolaan restoran, bar, dan beach club, seperti Double Chin, Bang Bang, RoCa, BART & Artotel Beach Club (ABC).
Melalui event management, Artotel Project Series (APS) dan curated merchandise dengan brand AOL (Art ofLife), Artotel Group memiliki visi memajukan industri kreatif Indonesia dengan mendukung para seniman muda untuk berkarya melalui kolaborasi yang diciptakan berupa kegiatan pameran, pertunjukan musik, workshop, dan produksi merchandise berkarakter seni yang dapat dipakai sehari hari dengan harga terjangkau.