Keterampilan Memimpin adalah Keterampilan Nonteknis

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob

Menjawab tuntutan teknologi yang semakin canggih, seorang pimpinan perusahaan menuntut tim TI-nya agar meningkatkan kemampuan mereka terkait dengan teknologi terbaru, seperti kecerdasan buatan dan coding.

Dalam dunia yang sudah terobsesi dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi ini, semua merasa kebutuhan untuk meningkatkan keterampilan teknis (hard skills) semakin mendesak. Semua orang berlomba menyiapkan keterampilan untuk menyambut kemajuan teknologi yang demikian pesat. Hal ini tidak hanya terlihat dalam dunia teknologi, tetapi juga berlaku di semua bidang.

Hampir semua pimpinan organisasi menuntut anak buahnya meningkatkan  keterampilan mereka dengan berbagai pelatihan dan sertifikasi guna menghadapi kecanggihan dunia masa depan. Sementara itu, perusahaan konsultan McKinsey justru memprediksi bahwa 8 dari 10 keterampilan yang akan dibutuhkan oleh pekerja masa depan adalah keterampilan nonteknis (soft skills), seperti berpikir kreatif, kemampuan adaptasi, dan menginterpretasi informasi yang kompleks.

Menghadapi masa depan yang belum pernah dijalani oleh siapa pun, tentunya keterampilan untuk belajar, segera bangkit setiap kali menghadapi kegagalan, berkolaborasi, jeli melihat kesempatan akan lebih kuat daripada ilmu-ilmu pasti yang disusun dalam kerangka masa ini.

Dengan kata lain, keterampilan teknis seperti keahlian ilmiah dan teknis dapat menjadi usang, sementara jika keterampilan nonteknis semakin dikuasai akan menjadi kian efektif untuk menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan maupun pekerjaan.

Menguasai keterampilan teknis pun membutuhkan keterampilan nonteknis yang memadai. Belajar membutuhkan kreativitas, refleksi, dan kemauan untuk mempertanyakan asumsi-asumsi kita, juga mengakui bila kita salah tanpa bersikap defensif.

Meski demikian, keterampilan nonteknis sering kali menjadi warga kelas dua. Bahkan, di universitas pun kita tidak pernah mendapatkan mata kuliah pengembangan keterampilan nonteknis ini secara khusus. Mahasiswa psikologi memang belajar mengenai inteligensi emosi, empati, dan dinamika kepribadian dari sisi sains.

Namun, keterampilan untuk mendengar, memahami sudut pandang pihak lain, menangani konflik dengan kepala dingin, mengembangkan orang lain, rasanya tidak sempat dilatihkan secara serius dan terstruktur. Apalagi mereka dari bidang ilmu pasti yang sibuk mempelajari beragam teori dan analisis, sementara ketika memasuki dunia kerja mereka harus berurusan dengan beragam jenis manusia dengan segala tuntutannya.

Mungkinkah karena istilah soft terkesan lebih lemah daripada keterampilan teknis yang hard sehingga dinomorduakan?  Ribuan dollar biasa digelontorkan organisasi untuk pelatihan-pelatihan teknis bersertifikasi. Sementara itu, pelatihan keterampilan nonteknis sering kali diisi oleh pembicara yang diharapkan dapat berbicara 2–3 jam dan bisa memotivasi individu untuk berubah 180 derajat.

Umana Bali, LXR Rayakan Ulang Tahun Pertama dengan Perayaan Spesial Selama 3 Hari

Umana Bali, properti dari LXR Hotels & Resorts, baru saja merayakan ulang tahun pertamanya...

89% Generasi Milenial dan Gen Z Optimis pada Masa Depan

Meskipun Keduanya Mengkhawatirkan Pekerjaan, Pendidikan, dan KesehatanDi Indonesia, ketika berbicara terkait masa depan Generasi...

Kenalkan AI dalam Strategi Digital Marketing, MAXY Academy Gelar Webinar SEO dengan AI Gratis

Surabaya, 18 November 2024 – "SEO bukan hanya soal kata kunci, tetapi bagaimana kita...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here