INDONESIA boleh dikata sebagai surganya kopi. Meski kebanyakan hanya dua jenis yakni Robusta dan Arabika, namun dua jenis kopi yang ditanam di beberapa daerah tersebut memliki cita rasa yang berbeda.
Sayangnya, publikasi atau sosialisasi produk kopi tersebut masih dirasa kurang. Khalayak kecil atau hanya orang-orang tertentu saja yang kenal kopi-kopi dari berbagai daerah tersebut.
Lantas, perlukah kembali kita menggalakkan minum kopi? Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi telah mengundang para barista dan pemilik kedai kopi di Istana untuk sekadar mengadakan festival kopi Nusantara. Bahkan, presiden berjanji akan mempermudah mereka yang akan mengekspor produknya.
Meski ada jeda beberapa saat, namun langkah penggalakan kembali tren ngopi telah dimulai. Memang ini cerita lama, tapi ingin mengemukakan bahwa banyak event yang bertujuan untuk menggalakkan kecintaan terhadap kopi. Salah satunya di Pasar Santa, Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yakni acara bertajuk “KamiSanta”, mengundang para barista unjuk kebolehannya dalam meracik kopi. Para barista terbaik yang tengah beradu kebolehan ini diajukan oleh 25 pelaku bisnis kopi yang ada di Pasar Santa. Masing-masing harus menyuguhkan kopi yang penuh dengan citarasa.
Tentu saja lomba ini pun mengundang perhatian pengunjung Pasar Santa dan juga penikmat kopi. Rudy, salah satu pengunjung mengaku bangga bisa menikmati kopi hasil racikan para barista terbaik tersebut. “Masing-masing menyuguhkan cita rasa yang berbeda. Padahal bahan yang digunakan ada yang berasal satu jenis dari daerah yang sama,” katanya.
Menurut Ikhsan, Ketua Penggagas “KamiSanta”, kegiatan ini dilakukan sebagai ajang silahturahmi para pelaku usaha kopi di Pasar Santa. “Kami ingin para pelaku usaha kopi di Pasar Santa semakin akrab. Kami juga ingin, lewat lomba ini, para barista di Pasar Santa terpacu untuk meracik kopi terbaik,” katanya. Ikhsan juga didaulat sebagai juri bersama Radiana, owner Gayo Bies Kopi, Win Qertoev, penggiat kopi.
Dengan teknik yang berbeda seorang barista akan menghasilkan kopi dengan cita rasa khas.
Kriteria penilaian dari lomba meracik kopi ini antara lain: kemampuan barista dalam menciptakan perpaduan seimbang antara rasa dan aroma kopi. Juri menilai mana kopi yang aroma dan citarasa keluar dengan perpaduan yang seimbang. Disini, kata Win, teknik seduh para barista akan sangat mempengaruhi hasilnya. “Dengan teknik yang berbeda seorang barista akan menghasilkan kopi dengan cita rasa khas,” tuturnya.
Teknik seduh, dikatakan Win, mempunyai andil besar dalam menentukan citarasa kopi. Jangan sampai gagal menyeduh. Jika salah seduh, maka akan keluar rasa pahit atau sepet dan citarasanya tidak seimbang. Kopi yang baik adalah yang rasanya tidak tabrakan antara tingkat pahit dan manisnya.
Sementara itu Radiana, mengemukakan, lomba meracik kopi tersebut, selain untuk mensosialisasikan kopi juga untuk mendongkrak Pasar Santa yang akhir-akhir agak meredup. Upaya ini seharusnya perlu didorong oleh para pelaku usaha. Melalui kegiatan ini, tren kopi kembali menggelora dan berharap khalayak khususnya pecinta kopi menjadi bagian untuk mempromosikan kopi Indonesia yang kualitasnya menjadi salah satu terbaik di dunia. (Rian Sudiarto)