Adiwastra Nusantara hadir lagi. Diselenggarakan setiap tahun sejak 2008 di Jakarta, tahun ini penyelenggaraannya memasuki usia yang ke-12 dengan mengusung tema “Wastra Adati Generasi Digital.”
Adiwastra Nusantara selalu diikuti oleh tidak kurang dari 400 perajin wastra adati dari seluruh pelosok Nusantara. Setiap tahun masing-masing perajin berusaha menampilkan rancangan wastra terbaiknya di acara ini, meliputi batik, tenun, sulam, sasirangan atau jumputan serta berbagai jenis wastra adati lainnya.
Busana kain adati yang dulu dianggap kolot kini telah berubah, sudah digunakan oleh masyarakAT, baik sebagai bahan busana yang bersifat resmi maupun kasual.
Popularitas kain adati yang meningkat pesat sejak beberapa tahun terakhir telah mendorong berkembangnya tren fashion serta gaya hidup yang bernuansa etnik dalam kehidupan masyarakat modern saat ini.
Jika dulu batik atau tenun hanya dikenal oleh masyarakat sebagai bahan busana yang berhubungan dengan adat dan tradisi, kini popularitasnya sudah merambah ke segala usia dan berbagai lapisan sosial di masyarakat. Era di mana busana kain adati dianggap kolot dan menampilkan wajah kuno telah berubah, kini kain adati sudah digunakan oleh masyarakat secara luas, baik sebagai bahan busana yang bersifat resmi maupun kasual.
”Dalam setiap penyelenggaraan pameran Adiwastra Nusantara, selalu ada beberapa produk wastra yang diunggulkan, untuk ditampilkan sebagai ikon,” ujar Ketua Panitia Adiwastra Nusantara 2019 Yantie Airlangga.
Secara khusus ikon Adiwastra Nusantara 2019, terdiri atas kain dodotan Solo koleksi Batik Sriharta dan kolektor lainnya; batik sudagaran Solo koleksi Hartono Sumarsono; kain ulos kuno koleksi Torang Sitorus; kain unggulan Palembang koleksi Darwina Ponco Sutowo; pesona batik Madura; dan pesona Shibori, Museum Shibori Kyoto.
Yantie yang dalam acara tersebut didampingi Direktur IKM Kimia, Sandang, Kerajinan dan Industri Aneka Kemenperin, E. Ratna Utarianingrum dan penggagas komuntas pecinta dan pegiat kain adati Nusantara Edith Ratna Soeryosoeyarso mengemukakan, citra kain adati kini tidak hanya monopoli generasi lansia semata, melainkan kaum milenial mulai menyukai kain tradisi. “Mereka tidak canggung lagi menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.”
Tren ke arah nuansa etnik atau tradisi serta gaya hidup kembali ke alam, juga banyak dianut para generasi muda sehingga turut mendongkrak pemakaian kain adati, baikbatik, tenun maupun jumputan atau sasirangan.
“Digitalisasi kini juga sudah mulai merambah industri tenun dan batik, terutama dalam hal pemanfaatan sistem pemasaran dan penjualan produk mulai dari kain adati, sampai kain batik, dan tenun yang dilakukan secara digital. Para perancang busana dari kalangan generasi muda semakin banyak memunculkan ide-ide segar dan inovatif sesuai karakter generasinya,“ tukasnya.
Selain pameran, sejumlah rangkaian acara juga akan digelar seperti peluncura dan bedah buku Batik Sudagaran Solo, karya Hartono Sumartono; lomba selendang Indonesia; serta sejumlah talkshow.
Selain fashion show, ada juga lomba selendang, yang melibatkan generasi milenial. Seperti Didit maulana, membuat pakaian yang desainnya cocok untuk milenial. Begitu pula sekolah ESMOD Jakarta, dalam kesempatan ini menampilkan rancangan para desainer milenial. Ada juga demo dan workshop kosmetik yang ditujukan untuk generasi milenial.
Berkontribusi Besar
Industri tenun dan batik berkontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional. Tahun 2018, nilai ekspor kain tenun ikat mencapai 976.000 dolar AS, sementara ekspor batik senilai 52,4 juta dolar AS.
“Ini menunjukkan, industri kecil dan menengah (IKM) kita di sektor pembuat batik dan tenun telah berdaya saing di kancah global karena mampu memenuhi permintaan pasar internasional,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih.
Menurut Gati, pihaknya berkomitmen untuk semakin meningkatkan produktivitas dan inovasi IKM tenun dan batik nasional. Apalagi, Indonesia mempunyai keunggulan dari para perajin yang kreatif dan kekayaan budaya. “Upaya ini sejalan dengan tujuan menumbuhkan industri kreatif,” ujarnya.
Untuk itu, Kemenperin mendukung penyelenggaraan Pameran Adiwastra Nusantara 2019. Sebab, kegiatan ini telah terbukti turut berperan serta memberikan kontribusi terhadap peningkatan gairah pasar kain adati dan memberikan dampak ekonomi yang positif dan signifikan terhadap usaha para perajin dan pengusaha kain adati yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Sentra industri batik ada 101 sentra, dengan jumlah 3.782 unit usaha dan menyerap tenaga kerja 15.055 orang.
“Oleh karenanya,kami memfasilitasi sejumlah IKM tenun dan batik agar ikut serta pada pameran Adiwastra Nusantara 2019,” tutur, E. Ratna Utarianingrum. Menurutnya fasilitasi yang diberikan antara lain booth pameran untuk 36 industri batik dan tenun yang meliputi 20 booth dari Direktorat Jenderal IKMA dan 16 dari Direktorat Jenderal IKFT (Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT).
Selain itu, terlibat pada penyelenggaraan fashion show saat opening ceremony dengan tema Tenun Donggala, yang bekerjasama dengan desainer Didit Maulana sebagai salah satu wujud pembangunan perajin tenun di Sulawesi Tengah pascabencana tsunami.
Acara talkshow diadakan pada 22 Maret 2019 di panggung harian Pameran Adiwastra dengan tema IKM Tanggap Digital, menghadirkan narasumber dari Shopee dan Founder Cloth Inc. binaan Ditjen IKMA Kemenperin di program Bali Creative Industry Center (BCIC) yang telah berhasil menjalankan bisnisnya di pasar online.
Target penjualan
Yantie juga menyampaikan, pameran tahun ini ditargetkan dihadiri lebih dari 40.000 orang dari seluruh Indonesia dengan nilai penjualan Rp45-50 miliar. Ia menjelaskan, minat masyarakat terhadap kain adati terus meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk busana, interior maupun kebutuhan lainnya.
Menempati area pameran seluas lebih dari 11.000m2 Adiwastra Nusantara merupakan pameran yang terbesar di bidangnya. Pameran diselenggarakan pada 20-24 Maret 2019 di Hall A dan B Jakarta Convention Center diikuti 413 stand peserta dari seluruh Indonesia.
Berdasarkan catatan Kemenperin, sebagian besar pembuat kain tenun dan batik adalah sektor IKM yang tersebar di sentra-sentra industri. Sentra industri batik ada 101 sentra, dengan jumlah 3.782 unit usaha dan menyerap tenaga kerja 15.055 orang. Sentra industri batik antara lain terdapat di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Jawa Barat.
Sedangkan untuk IKM tenun, terdapat 368 sentra dengan jumlah 14.618 unit usaha dan menyerap tenaga kerja 57.972 orang. Hampir setiap provinsi memiliki wastra tenun, baik yang dibuat dengan alat tenun gedogan maupun alat tenun bukan mesin. (Nonie Mariani)