Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Di tengah gempuran kecanggihan teknologi saat ini, konsultan McKinsey menemukan bahwa hanya 1 dari 10 jenis transformasi yang harus dilakukan agar organisasi kuat menghadapi masa depan, yang berkaitan dengan teknologi kecerdasan buatan (artificial Intelligence/AI).
Selain transformasi terkait AI tersebut, terdapat 1 transformasi lagi yang berkaitan dengan efisiensi proses, sementara 8 jenis transformasi lainnya berkaitan dengan manusia.
Mulai dari bagaimana memperkuat resiliensi, mencari bentuk bekerja hibrida yang pas, pengelolaan talenta, pengembangan kapabilitas talenta dan organisasi, kepemimpinan, mengenai diversity dan inklusi, sampai bagaimana menjaga mental healthpekerja.
Sebagian besar organisasi mengatakan bahwa mereka sudah melaksanakan beragam program yang berfokus pada kesejahteraan manusia, seperti olahraga bersama, outing, work life balance, dan retret. Motivator-motivator hebat dibayar mahal dengan beragam pidatonya yang menggugah.
Namun, bila dievaluasi dengan saksama, seberapa jauh hal itu dapat mendorong individu berkontribusi lebih dari yang diminta, berpikir kreatif, bersemangat melakukan kolaborasi lintas fungsi, sampai berinisiatif untuk terus melakukan perbaikan?
Kenyataannya, fenomena quiet quitting masih kerap kita jumpai di banyak organisasi. Sementara kita melihat dalam berbagai proyek kemanusiaan, para pekerja sukarela bekerja dengan penuh semangat. Padahal bisa jadi mereka tidak dibayar dan malah harus mengeluarkan dana pribadi dalam partisipasinya ini.
Mungkin sudah saatnya melihat permasalahan ini dari sudut pandang yang berbeda. Alih-alih mencari cara untuk memotivasi karyawan yang membutuhkan pendorong yang mungkin tidak ada habisnya, bisa jadi budaya yang menumbuhkan antusiasme dari dalam diri individu adalah jawabannya.
Motivasi versus antusiasme
Jauh semenjak zaman kerajaan dan perbudakan dahulu, manusia sudah menerapkan beragam cara memotivasi manusia lain untuk semakin produktif. Mulai dari motivasi menghindari rasa sakit dari cambukan sampai berusaha mendapatkan beragam hadiah menyenangkan yang ditawarkan oleh penguasa.
Dalam masa modern ini, kita mengenal istilah stick and carrot untuk meningkatkan motivasi melalui hukuman dan hadiah. Di organisasi, kita menganggap karyawan akan berprestasi karena termotivasi oleh bonus dan sebaliknya memiliki ketakutan untuk dilengserkan kalau dinilai tidak berprestasi.
Di situ, kita melihat bahwa motivasi selalu memiliki pendorong yang memicunya. Entah itu rasa sakit ataupun rasa senang, dan berkaitan dengan tugas tertentu yang harus diselesaikan oleh individu. Artinya, untuk menjaga tingkat motivasi individu tetap pada level produktif, kita harus senantiasa mencari pemicu yang tepat dan ini merupakan tantangan tersendiri.