Awas, Ini 5 Akibat Terlalu Sering Cek Gejala Gangguan Mental di Internet!

Pernahkah kamu merasa pusing dan tidak enak badan, lalu memutuskan mencari tahu gejala penyakit yang kamu alami di Google?

Ada bermacam jawaban di Google, tapi kamu percaya satu. Kanker! Setelah googling, kamu merasa yakin sedang menderita kanker. Padahal, kamu belum pernah memeriksakan penyakitmu ke dokter sama sekali.

Kalau kamu pernah melakukannya, itu berarti kamu telah melakukan self-diagnose. Self-diagnose merupakan istilah yang digunakan ketika seseorang mendiagnosis penyakit yang sedang dialami berdasarkan pencarian informasi secara mandiri.

Ternyata, self-diagnose juga banyak dilakukan untuk memeriksa kesehatan mental. Prita Yulia Maharani, M.Psi., psikolog, tim konselor dari aplikasi konseling Riliv mengatakan, “Banyak orang yang mencari tahu gejala kesehatan mental di internet, lalu percaya mentah-mentah bahwa mereka sedang mengalaminya. Padahal, apa yang ada di internet belum tentu sesuai dengan mereka.”

Prita menambahkan bahwa sebenarnya kegiatan mencari tahu gejala kesehatan mental di internet tidak selalu salah. “Sebenarnya tidak apa-apa, kok mencari tahu gejala gangguan mental di Google. Tapi, jangan lupa cross-check. Caranya ya dengan mendatangi psikolog atau psikiater profesional untuk tahu lebih lanjut masalah kesehatan mental yang sedang dialami. Dari situ bisa ditentukan langkah yang bisa diambil selanjutnya.”

Memang, self-diagnose terkait kesehatan mental memiliki beberapa bahaya yang mungkin tidak disadari. Tidak percaya? Simak artikel ini untuk mengetahui alasan mengapa kamu sebaiknya tidak melakukan self-diagnose

1. Self-diagnose hanya membuat kamu panik

Tahukah kamu, kalau manusia memiliki naluri untuk cenderung memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa menimpanya? Itulah mengapa lebih mudah bagimu untuk mengasumsikan hal-hal buruk ketika melakukan self-diagnose.

Pada akhirnya, self-diagnose hanya akan membuatmu mengalami kepanikan yang tidak seharusnya terjadi. Kalau saja kamu lebih memilih berkonsultasi ke psikolog, kamu tidak akan merasa panik. Sebab psikolog profesional bisa menjelaskan kondisimu dengan baik tanpa menimbulkan kepanikan dan kecemasan. 

2. Self-diagnose membuat penyakit atau gangguan sebenarnya terabaikan

Gejala penyakit atau gangguan kesehatan mental yang belum tentu benar. Bisa saja kamu yakin sedang mengalami anxiety disorder, tetapi sebenarnya kamu mengalami depresi mayor. Bisa jadi pula kebalikannya atau bahkan bukan keduanya. 

Saat kamu melakukan self-diagnose, kamu jadi tidak tahu sebenarnya penyakit atau gangguan kesehatan mental apa yang sedang kamu alami. Kamu hanya menduga-duga hal yang belum tentu kebenarannya. Hal ini merupakan masalah karena dengan begitu kamu jadi tidak bisa mendapatkan penanganan yang tepat.

3. Self-diagnose bisa memperparah kondisi kesehatan mentalmu

Salah satu resiko dari melakukan self-diagnose adalah kamu justru dapat memperparah kondisi kesehatan mentalmu. Ini bisa terjadi karena kamu terlalu panik dan stres, tidak mengobati masalah kesehatan mental yang sedang kamu alami, atau bahkan mendapatkan pengobatan yang salah.

Setiap masalah kesehatan mental memiliki penanganan tersendiri. Ada yang bisa diatasi dengan terapi, ada pula yang membutuhkan obat-obatan tertentu. Kelemahan dari self-diagnose adalah kamu tidak benar-benar tahu penanganan yang tepat untuk masalah kesehatan mentalmu. Bisa jadi kamu salah langkah dengan menggunakan produk yang memiliki efek samping negatif. Bahaya, bukan?

4. Self-diagnose bisa membuatmu menyangkal masalah kesehatan mental yang sedang dialami

Biasanya, seseorang akan menyimpulkan hal terburuk saat melakukan self-diagnose. Tetapi, ternyata hal kebalikannya juga berlaku. Tak jarang ada orang yang memilih untuk menyangkal gangguan kesehatan mental yang sedang dialami.

Mereka umumnya merasa masalah kesehatan mental yang ia alami tidak terlalu parah. Ia berpikir, ah, bukan hal penting, kok. Masalah ini nggak terlalu parah. Padahal, denial tidak akan menyelesaikan masalah. Sebab bisa jadi masalah kesehatan mental yang dimiliki membutuhkan penanganan segera agar tidak semakin parah.

5. Terlalu sering self-diagnose akan membuatmu enggan berkonsultasi dengan pakar

Setelah googling masalah kesehatan mentalmu, kamu jadi merasa tidak perlu lagi untuk berkonsultasi ke psikolog. Sebab, kamu berpikir bahwa kamu bisa tahu gejala yang dialami tanpa bantuan ahli.

Jika terlalu sering dilakukan, self-diagnose bisa memunculkan trust issue kepada psikolog dan psikiater. Hal ini dapat terjadi karena kamu sudah terlalu percaya diagnosis yang kamu dapat dari internet. Kamu jadi cenderung mempercayai internet, bukan para ahli.

Padahal, berkonsultasi seperti dengan aplikasi konseling Riliv bisa membantumu menemukan langkah selanjutnya. Mulai dari tingkat keparahan hingga konfirmasi terkait kondisi yang dialami, kamu bisa menunjukkan kemajuan kesehatanmu daripada sekadar panik!

Waspadai Ciri-Ciri Penyakit Sifilis pada Wanita

Sifilis adalah infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Penyakit ini...

5 Cara Meningkatkan Kompetensi Karyawan di Era Digital

Perlu cara yang lebih efektif untuk bisa bersaing dengan kompetitor di era digital yang...

Palapa Semarakkan Gelaran Mulung Fest 2024, Bagikan Airdrop Hingga 10.000 $PLPA

Palapa Semarakkan Gelaran Mulung Fest 2024, Bagikan Airdrop Hingga 10.000 $PLPA

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here