Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob
Banyak pandangan yang berfokus pada kekuatan seseorang sebagai resep jitu kesuksesan seorang pemimpin. Namun sebagaimana kita sadar, bahwa manusia memiliki kekuatan dan kelemahan. Adakah kita bertanya kepada mereka yang sukses, bagaimana mereka mengatasi kelemahannya? Apakah mereka sadar akan kelemahannya atau malah memandang kelemahannya sebagai sesuatu yang ringan, bahkan juga sesekali menguntungkan untuk pengembangan pribadi?
Pernah seorang pemimpin berkelakar mengatakan, “saya memang kasar. Karena kadang anak buah perlu dikasari, baru jalan.” Jadi, ia justru membawa kekasarannya sepanjang kariernya, mungkin bahkan sebagai bentuk kekuatannya untuk mencapai kesuksesan, termasuk dalam komponen resep suksesnya. Sejauh apa kekasaran ini dapat terus ia manfaatkan bagi kesuksesannya? Apakah hal ini akan mermanfaat?
Sayangnya, banyak pemimpin yang mengalami kesulitan dalam menemukan kelemahannya, apalagi ketika ia sedang merasakan kesuksesannya. Semakin tinggi posisi seseorang, semakin luas rentang pengaruh yang dimilikinya, semakin sulit ia mendapat masukan obyektif mengenai kelemahannya. Akan lebih banyak individu yang sibuk memuji-mujinya, feeding their ego, ketimbang yang mau berkata apa adanya.
Hogan Assessment Team yang dikepalai oleh Robert dan Joyce Hogan menyusun daftar karakter yang mereka sebut sebagai sisi gelap dari kepribadian individu, yang dapat menghambat efektivitas kinerja dan hubungan dengan orang lain.
Dengan menggunakan pengukuran Hogan Development Survey (HDS) ini, kita dimudahkan untuk menemukan kebutuhan pengembangan priadi. Dalam penelitiannya, Hogan menemukan bahwa pada umumnya individu memiliki kecenderungan untuk menampilkan sisi gelap kepribadiannya ini ketika mereka menghadapi kesulitan dan tekanan.
Baca juga: Karier Versus Jabatan
Selain itu, atau justru ketika individu berada dalam situasi yang aman, misalnya saat ia merasa sangat diterima oleh keluarga atau sahabat sehingga tidak lagi perlu untuk memasang topeng. Dalam situasi ini, perbedaan antara kekuatan dan kelemahan menjadi tidak jelas, drive yang kuat menjadi ambisi yang tidak terpuaskan, dan perhatian terhadap detail menjadi micromanaging.
Bisa dibilang, sebagian besar dari kita memiliki sisi gelap kepribadian ini, menggunakannya sebagai mekanisme pertahanan diri ketika dalam keadaan sulit. Namun, jarang dari kita yang menyadarinya, apalagi memahami dampaknya terhadap kinerja dan relasi kita sehari-hari, bahkan membahayakan reputasi diri atau bahkan perusahaan yang kita wakili.
Sisi gelap kepribadian
Menurut Hogan, kepribadian berisiko ini dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok mekanisme.
Pertama, kelompok menjaga jarak, yang memiliki kecenderungan menghindari orang atau situasi yang tidak menyenangkan baginya. Ada yang menjadi moody sehingga orang lain perlu mencari momen saat mood-nya sedang enak sebelum berinteraksi dengannya. Ada yang bersikap “curigaan” terhadap intensi orang lain.
Ada yang menghindari tanggung jawab untuk mengambil keputusan dengan alasan data yang dimiliki belum cukup kuat. Ada yang menghindar dari orang yang tidak disenangi. Ada juga yang bersikap pasif agresif dengan memperlihatkan sikap kooperatif tetapi sebenarnya menolak kerja sama.