Belajar dari Kegagalan

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob

Banyak orang pasti berusaha menghindari kegagalan. Dalam organisasi pun bila terjadi kegagalan, banyak kemudian yang mencari siapa yang harus bertanggung jawab. Kegagalan dianggap seperti aib dan jarang dibahas secara positif.

Setiap dari kita pasti pernah mengalami setidaknya satu kegagalan dalam hidup ini. Apalagi bagi mereka yang menjalankan bisnis, kegagalan seharusnya justru masuk pada salah satu agenda bisnis karena statistik menunjukkan bahwa 90 persen dari bisnis baru gagal dalam jangka waktu 5 tahun. Bisa dibayangkan, bila kita terpuruk jatuh karena satu kegagalan, bisa-bisa dunia ini penuh dengan orang yang terpuruk.

Dalam setiap kegagalan, kita memiliki kecenderungan mencari siapa yang bertanggung jawab, untuk kemudian disudutkan. Sikap dan reaksi seperti ini dapat menyebabkan orang takut melakukan kegagalan dan memang bisa membuat orang lebih berhati-hati.

Namun, seberapa sering kita mempelajari apakah kesalahan yang terjadi itu memang seperti adanya? ataukah ia merupakan puncak dari sebuah gunung es yang terdapat banyak potensi masalah di bawahnya yang bilamana tidak ditangani dengan segera akan menimbulkan masalah yang jauh lebih besar.

Misalnya, seorang sopir yang mengalami kecelakaan. Ia bisa dipersalahkan karena tidak sigap menginjak rem. Bila selesai sampai di situ saja, kita akan melewatkan fakta bahwa sopir tersebut mengalami kelelahan akibat jam kerja berkepanjangan yang disebabkan mismanagement dari atasannya yang tidak kompeten, tetapi memiliki hubungan baik dengan pemilik perusahaan. Mismanagement yang seperti ini bukan tidak mungkin dapat mengakibatkan kecelakaan yang lebih besar lagi di masa mendatang.

Ada manajemen sebuah hotel terkenal yang memiliki kebiasaan yang berbeda. Bila biasanya kita mengenal hall of fame, tembok yang berisi foto orang-orang yang sukses, berhasil membuat inovasi, di hotel ini justru ada hall of failure yang memampang adalah sosok-sosok yang pernah mengalamai kegagalan di lingkungan hotel. Dari sini, kita melihat ada kebiasaan memandang hal secara berbeda dengan justru merayakan kegagalan.

Kita juga melihat kisah sukses pemimpin-pemimpin besar organisasi maupun dunia, yang tidak luput dari kisah-kisah kegagalan, mulai dari yang mengalami drop out sekolah, terkena PHK, sampai pada keterpurukan bisnis. Bisa dikatakan justru kegagalanlah yang membentuk mereka hingga dapat mencapai kesuksesan.

Jadi, sebenarnya pola pikir kita mengenai kegagalan perlu ditinjau kembali. Pertama, kegagalan tidak selalu buruk. Kita mengalami krisis ekonomi yang mengancam perkembangan bisnis kita, perubahan peraturan pemerintah, kekurangan sumber daya yang dapat diandalkan, dan lainnya. Namun, belum tentu kejadian-kejadian itu berakibat buruk. Bisa saja hal ini merangsang perubahan, mendorong lahirnya inovasi-inovasi.

Kedua, belajar dari suatu kesalahan perlu ditindaklanjuti dengan sebuah upaya perbaikan. Analisa kegagalan yang bunyinya hanya “lalai menjalankan prosedur” atau bahkan mencari pembenaran “seperti pasar belum siap menerima produk kita”, tidak membawa manfaat apa-apa bagi kita bila tidak dikukuhkan dengan suatu prinsip dan tindak perbaikan.

BINUS University Naik 20 Peringkat se-Asia dalam Pemeringkatan QS World University Rankings Asia

Jakarta, 6 November 2024 - BINUS UNIVERSITY, sebagai Perguruan Tinggi Indonesia berkelas dunia mengucapkan...

Mengapa Startup Perlu Mendirikan PT di Awal Perjalanan Bisnis?

Di era ekonomi digital yang terus berkembang, semakin banyak startup muncul dengan ide-ide inovatif...

Fera Maishara dan Jeffry Samuhara : Dari Padang Panjang ke Jakarta, Perjalanan Mahasiswa ISI Menembus Dunia Digital Marketing

Fera Maishara dan Jeffry Samuhara , mahasiswa Institut Seni Indonesia Padang Panjang membagikan pengalaman...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here