Berapa Biaya Marketing?

Berapa persen biaya marketing biasanya yang harus dialokasikan di dalam menjalankan bisnis kuliner?

Sebetulnya untuk menjawab pertanyaan di atas, banyak kondisi yang harus kita lihat terlebih dahulu terkait dengan bisnis yang kita jalankan, misalnya performa sales yang terjadi, kendala-kendala yang muncul di lapangan, misalnya kita kebetulan lagi dapat tambahan modal kerja yang besar untuk melakukan ekspansi dan bahkan mungkin yang terburuk.

Lah, duitnya nggak ada di akhir bulan, biaya marketing-nya jadi nol persen.

Tapi OK, coba kita lihat dari beberapa konteks yang mungkin nanti bisa Anda gunakan atau manfaatkan ketika memang menemukan kondisi yang kita bahas di bawah, terkait berapa persen bujet marketing yang bisa kita keluarkan.

Dalam konteks bahasan kali ini, kita akan bahas biaya marketing dalam konteks biaya diambil dari sales yang terjadi setiap bulannya, bukan dari sisi penggunaan bujet marketing dari capex (biasanya ini untuk bisnis yang baru buka).

So, apa aja yang biasanya jadi acuan ketika kita memutuskan berapa persen bujet pemasaran yang akan kita gunakan?

  1. Finance Perspective

Bujet marketing mengacu pada pengukuran finansial yang dibuat oleh perusahaan, mulai dari target sales, profit, sampai pay back period. Persentase marketing, biasanya dalam waktu tertentu “tidak khusus” % dibuat dengan acuan yang sudah berdasarkan history, misalnya 3-7% dari total sales, tergantung sales bulan ini masuk ke % yang mana. Misal omset 100-300 juta bujet marketing 7%, Omset 300 – 500 bujet 5%.

  1. Competition Perspective

Bujet marketing bisa lebih besar karena kita melihat kompetitor sangat agresif atau muncul kompetitor baru yang membuat sales dan market kita berkurang. Nah, untuk menjaga top line (sales) dan market share, kita memutuskan untuk menambah bujet marketing kita pada bulan berikutnya.

  1. Market Share Perspective

Biaya marketing bisa lebih besar dengan pertimbangan untuk menguasai market share dalam waktu tertentu, dalam konteks ini mungkin sekali biaya marketing dibuat cukup besar pada saat itu karena kita ingin mengakuisisi konsumen dengan cepat dengan menggunakan berbagai strategi. Misalnya paling sering kita lihat ada program discount, buy 1 get 1, harga coret, dan lain-lain.

  1. Growth Perspective

Biaya marketing bisa jadi lebih besar ketika perusahaan punya strategi untuk mendapatkan growth, misalnya ingin menerapkan kemitraan dalam waktu dua bulan ke depan.

Nah target kemitraan ini membuat kita menggelontorkan bujet marketing yang lebih besar untuk membangun brand exposure, Iklan, menjadi top line sales dengan berbagai strategi, sehingga performa perusahaan menjadi sangat menarik dan menarik banyak mitra untuk join.

  1. Customer Perspective

Bujet pemasaran juga bisa lebih besar ketika kita ingin membangun relevansi brand di target market karena kita mendapatkan fakta dan data konsumen melihat brand kita sudah tidak “relevan” lagi, walapun mungkin saat ini secara sales belum berdampak signifikan. Misalnya penggunaan untuk rebranding, repositioning atau bahkan retargeting pasar.

Sumber: www.foodizz.id/blog

BRI Ventures Semarakkan HUT ke-129 BRI melalui Penanaman Mangrove

BRI Ventures merayakan ulang tahun BRI ke-129 dengan penanaman 500 pohon mangrove di Pulau...

Elwyn.ai oleh Primeskills Raih Penghargaan di APICTA Awards 2024

Inovasi Indonesia Bersinar di BruneiElwyn.ai, platform pembelajaran berbasis AI yang dikembangkan oleh perusahaan edtech...

Kebijakan The Fed Sukses Melawan Inflasi, Pemangkasan Suku Bunga Jadi Opsi

Seperti yang kita ketahui, Komite Pasar Terbuka Federal, atau FOMC, telah mengadakan rapat pada...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here