Berhenti Tenang

Namun biasanya, kita lebih mudah mengingat saat-saat menyakitkan ketimbang menyenangkan. Saat dipersalahkan, dipermalukan, dituding di depan umum akan cenderung menorehkan luka di hati yang sulit disembuhkan.

Apalagi bila hal ini terjadi pada banyak karyawan sehingga atmosfer negatif pun semakin berkembang. Pimpinan perlu mendalami pengalaman yang merupakan asal-muasal perasaan negatif itu timbul agar dapat mengembangkan empati pada situasi mereka ini.

Bermula dari sikap

Esensi dari quiet quitting adalah mengerjakan pekerjaan tanpa memberikan nilai tambah. Beberapa orang di Tiktok berkomentar bahwa fenomena ini didasari sikap “ogah ribut-ribut” dan memilih diam saja. Dalam ilmu psikologi kita mengenal sikap pasif agresif. Ada kemarahan yang ditampilkan dengan kediaman.

Bagaimana kita mengatasi fenomena ini? Pertama, kita perlu menemukan hal-hal apa yang dikerjakan dengan sempurna oleh para bawahan, apa yang dikerjakan dengan setengah hati oleh mereka, sampai hal-hal yang cenderung dihindari oleh mereka.

Daftar itu kemudian kita bandingkan dengan daftar prioritas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka. Hal yang bukan prioritas penting, dapat kita tunda terlebih dulu.

Namun, bila ada tugas yang berkaitan dengan inovasi, yang akan meningkatkan daya kompetisi organisasi tapi tidak dikerjakan anggota tim dengan alasan kesibukan pekerjaan rutin, kita perlu mendiskusikan bersama kembali tujuan organisasi.

Kita perlu bicara bagaimana tugas tersebut memberikan sumbangsih terhadap pencapaian tujuan organisasi. Seorang ahli berpesan, “Do more listening than talking. Be open and non-defensive. It’s the only way you can find out what matters to them and what may need to change.”

Kedua, sebagai atasan kita perlu mempertanyakan apakah kita sudah cukup peduli pada anak buah kita? Apakah kita sudah benar-benar “mendengar” mereka sampai bisa mengimajinasikan hidup mereka? Bukan sekadar mengingat tanggal ulang tahun saja, tetapi mengenal pribadi mereka luar dalam.

Hubungan pribadi seperti ini perlu benar-benar dirasakan anak buah sehingga mereka pun segan bersikap pasif agresif terhadap atasannya, yang adalah duta organisasi.

Bila selama ini sikap tersebut belum kita praktikkan, kita terpaksa belajar dan keluar dari comfort zonekita. Mulai bicara empat mata dengan mereka sehingga memperkecil “jarak hati” yang selama ini ada antara mereka dengan kita.

Evista Taksi Listrik: Solusi Transportasi Terpercaya, Nyaman, dan Aman

Taksi Listrik Evista hadir sebagai solusi transportasi inovatif yang memudahkan perjalanan dari rumah ke...

SRIBUFEST 2024

Event Freelancer untuk Bangun Jaringan dan Peluang Kerja Tanpa BatasIndustri kreatif di Indonesia semakin...

Wakaf Salman Raih Penghargaan The Silver Winner, Best NGO

Wakaf Salman baru saja mendapatkan penghargaan The Silver Winner kategori Best NGO Initiative, dalam...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here