Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Rasanya hampir semua orang berupaya untuk menghindari stres. Stres dianggap sebagai musuh kesehatan karena disinyalir menjadi sumber beragam penyakit mental maupun fisik, seperti sakit lambung, jantung, bahkan kanker.
Bila mengetikkan “dampak stres” di mesin-mesin pencari, tidak ada satu pun dampak positif yang kita temukan. Tidak heran hal ini membuat kita senantiasa berupaya menghindari stres yang dianggap sebagai momok dalam kehidupan kita.
Hal itu juga yang dilakukan psikolog kesehatan Kelly McGonigal dalam praktiknya 10 tahun terakhir. Ia senantiasa mengajarkan kepada para pasiennya bagaimana cara menghindari stres. Namun, sebuah studi yang melibatkan lebih dari 30 ribu orang dewasa di Amerika Serikat selama delapan tahun, telah mengubah keyakinannya.
Dalam studi tersebut ditemukan bahwa mereka yang tidak menganggap stres adalah suatu hal yang berbahaya, memiliki risiko kematian yang lebih rendah daripada mereka yang menganggap stres itu memang buruk, terlepas dari tingkat stres yang dialaminya.
Dari situ, kita bisa melihat bahwa persepsi orang terhadap stres ternyata lebih berbahaya daripada stres itu sendiri. Berdasarkan studi inilah McGonigal kemudian melakukan penelitiannya sendiri dan meluncurkan buku The Upside of Stres yang mengajarkan bagaimana memanfaatkan stres untuk kebaikan diri kita.
McGonigal menekankan, bukan stres itu sendiri yang berbahaya, melainkan cara kita memandang streslah yang menentukan dampak terhadap kesehatan fisik dan mental kita.
Para peneliti di Universitas Harvard melakukan studi dengan menggunakan social stress test. Peserta diberi tantangan yang sangat menegangkan, seperti melakukan presentasi spontan di depan panel yang memberikan komentar negatif serta mengerjakan ujian matematika yang penuh tekanan.
Situasi ini kemungkinan besar akan membuat para peserta mengalami kondisi jantung yang berdebar kencang, bernapas lebih cepat, hingga berkeringat.
Namun, sebelum menjalani tes ini, beberapa peserta diajarkan untuk melihat respons tubuh mereka terhadap stres sebagai sesuatu yang positif. Mereka diyakinkan bahwa detak jantung dan pernapasan yang cepat adalah tanda bahwa tubuh mereka sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan.
Hasilnya ternyata sungguh luar biasa. Mereka yang melihat stres sebagai hal yang positif menunjukkan perubahan signifikan dalam cara tubuh mereka merespons stres. Biasanya ketika stres, pembuluh darah akan menyempit sehingga menyebabkan masalah peredaran darah, yakni kardiovaskular.