Oleh Hamid Basyaib
Waktu pertama kali mendengar single “Bohemian Rhapsody” dari Queen (kemudian masuk dalam album “A Day at the Races”), saat di kelas dua SMP, saya takjub dan terheran-heran. Ini lagu apa? Queen ini grup rock dari mana? Sangat berbeda dari lagu-lagu Deep Purple, Led Zeppelin, Uriah Heep, Grand Funk Railroad dan sebagainya, yang rutin saya dengar.
Strukturnya tidak lazim — setidaknya belum pernah saya dengar karakter lagu seperti itu. Dan yang mengejutkan: ada elemen besar choir operatik yang belum pernah saya dengar pada lagu-lagu rock di masa itu.
Lalu sangat banyak pengulas musik profesional maupun amatir yang membicarakan karya frontman Queen Freddie Mercury ini. Dan dari biopicnya yang meledak beberapa tahun lalu, kita tahu: “Rhapsody” ditolak oleh produser, karena liriknya aneh dan membingungkan (ada lengkingan “Galileo!” segala, yang harus dilengkingkan dengan tepat) dan, terutama, karena durasinya dua kali lipat dari standar konsumsi radio (tiga menitan, “Rhapsody” enam menit).
Baru-baru ini seorang musisi anonim menyajikan ulasannya di sebuah grup Facebook, dan saya menyadurnya. Informasi dan ulasannya cukup lengkap dan membuat lirik lagu ini jadi terang. Freddie Mercury, dengan berani dan imajinatif, merujuk referensi yang luas dari berbagai tradisi untuk membuat lagu yang menggetarkan ini.

Rhapsody dalam “Bohemian Rhapsody” merujuk suatu komposisi musik dengan bentuk bebas yang terdiri dari berbagai bagian dan tema yang tampaknya tidak saling berhubungan langsung. Rhapsody adalah kata Yunani yang berarti “bagian-bagian lagu yang dirangkai”.
“Bohemian” mengacu pada sebuah wilayah di Republik Ceko bernama Bohemia, tempat kelahiran Faust, tokoh utama dalam drama yang ditulis oleh penulis dan dramawan Jerman, Johann Wolfgang von Goethe.
Komposisi Queen ini merangkum semua tradisi sastra dan musik, dengan referensi ke berbagai agama, yang semakin memperkaya maknanya. Ini menjadikannya sebuah mahakarya yang tidak hanya tercatat dalam sejarah musik; video musiknya yang inovatif juga tonggak tersendiri.
Video ini membantu membangun mitologi seputar band dan vokalisnya, dengan durasi jauh melampaui standar. “Rhapsody”, yang mencengangkan dan membuat iri kaum rocker, memang bukan sekadar lagu biasa—ia adalah puisi rock.
