Bitcoin Jatuh di Bawah $95.000, Sentimen Bearish Menguat?

Harga Bitcoin (BTC) terus mengalami penurunan, diperdagangkan di bawah level $95.000 atau sekitar Rp1,5 miliar pada Kamis (9/1). Setelah turun lebih dari 5% pada hari sebelumnya, aksi jual ini memicu gelombang likuidasi di pasar kripto dengan total likuidasi mencapai $694,11 juta dalam 24 jam terakhir. Berdasarkan data dari CoinGlass, sekitar $125 juta dari total likuidasi tersebut berasal dari Bitcoin.

Data dari CryptoQuant menunjukkan bahwa Net Taker Volume Bitcoin di Binance berbalik tajam menjadi negatif, dengan puncaknya mencapai -$325 juta pada Selasa.

Angka ini merupakan nilai tertinggi sepanjang tahun 2025 dan mencerminkan meningkatnya tekanan jual yang dipicu oleh laporan ekonomi Amerika Serikat yang mengecewakan, termasuk Indeks Manufaktur ISM dan data JOLTs.

Sentimen Pasar Menurun

Selain Net Taker Volume yang negatif, rasio long-to-short Bitcoin menurut Coinglass mencatat angka 0,89, terendah dalam lebih dari satu bulan. Rasio di bawah satu menunjukkan bahwa lebih banyak trader bertaruh pada penurunan harga BTC.

Penurunan ini diperparah oleh menurunnya permintaan institusional, di mana arus masuk bersih ETF spot Bitcoin hanya sebesar $52,40 juta pada Selasa, jauh di bawah $978,60 juta pada hari sebelumnya.

Menurut Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, situasi ini mencerminkan adanya pergeseran sentimen di pasar kripto. “Tekanan jual yang terus meningkat, khususnya pada Bitcoin, menunjukkan bahwa pelaku pasar mulai mempertimbangkan risiko lebih serius di tengah ketidakpastian ekonomi global. Namun, trader harus tetap memperhatikan level teknikal kunci seperti $92.493, yang merupakan level Fibonacci retracement 38,2%,” ujar Fyqieh.

Lebih lanjut Fyqieh menjelaskan, BTC terus melemah dengan data pasar tenaga kerja AS menguji taruhan pada pemangkasan suku bunga Fed pada H1 2025. Klaim pengangguran awal secara tak terduga turun dari 211 ribu (minggu yang berakhir pada 28 Desember) menjadi 201 ribu (minggu yang berakhir pada 4 Januari), terendah sejak 187 ribu pada Januari 2024.

Kondisi pasar tenaga kerja yang lebih ketat dapat mendorong pertumbuhan upah, yang memicu belanja konsumen dan inflasi yang didorong oleh permintaan. Prospek inflasi yang lebih tinggi akan mendukung jalur suku bunga Fed yang lebih agresif.

Imbal hasil Treasury AS 10 tahun mencerminkan sentimen terhadap jalur suku bunga Fed, naik ke level tertinggi 4,730%.

Cerita Implora

Cermat Mengoptimalkan Peluang di Ekosistem Digital Bersama Shopee untuk Jadi Kosmetik Pilihan Masyarakat Industri kosmetik...

Snake Feast, Sweet Meets

Sambut Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili, 1O1 Style Yogyakarta Malioboro Menyambut perayaan Imlek 2025 “Tahun Ular...

Masuk BRICS, Apa Arti Langkah Indonesia bagi Industri Kripto?

Indonesia resmi menjadi anggota BRICS, menandai babak baru dalam peran negara ini di kancah...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here