Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob
Menghadapi perubahan suasana kerja pada masa pandemi adalah tantangan. Kita memang membuat istilah new normal dalam menghadapi pandemi ini. Namun, new normal ternyata tidak datang seperti yang diharapkan. Kita tidak bisa begitu saja kembali ke kantor dengan gaya yang baru ini.
Banyak orang yang sudah merasa nyaman dengan gaya bekerja dari rumah sehingga merasa berat ketika harus berkendaraan pulang pergi tempat kerja. Melihat perkembangan tren ini, perusahaan pun berusaha mengakomodasi kebutuhan karyawannya.
Namun, bagaimana jadinya bila hal ini terjadi pada perusahaan manufaktur, yang pekerja manufaktur pasti harus sepenuhnya bekerja di lapangan, sementara bagian back office ternyata bisa bekerja secara hybrid? Apalagi bila tempat kerja kantoran dan manufaktur ini berada dalam satu lokasi.
Kemungkinan timbulnya masalah seperti rasa iri dari pekerja manufaktur terhadap mereka yang bekerja hibrida di kantoran bisa saja terjadi. Banyak organisasi melaporkan fenomena turnover yang semakin melonjak ketika kantor mulai beroperasi luring kembali. Artinya, kita memang perlu menciptakan budaya hibrida yang produktif dan membuat kinerja semakin baik.
Kita perlu bisa tetap produktif, memiliki kemampuan untuk dapat mengakses informasi, rekan kerja, dan pelanggan dengan perangkat apa pun serta memiliki kesempatan untuk suskes yang sama di mana pun posisi kita.
Hal ini sepertinya tampak sederhana, tetapi ternyata tidak semudah itu untuk dipraktikkan. Unsur keberhasilan yang harus diperhitungkan tidak hanya terletak pada tercapainya target bisnis, tetapi juga masalah organisasional dan atmosfer kerja lainnya yang berpengaruh terhadap engagement, pengembangan karyawan, serta inovasi organisasi.
Setiap pemimpin perlu memikirkan pembentukan budaya hibrida ini dari berbagai sisi. Bagaimana karyawan yang ada di kantor maupun di tempat lain tetap dapat bersama-sama bergerak mencapai visi organisasi.
Tidak hanya bekerja yang berarti mengikuti rapat, dipanggil atasan, membuat tugas, menyelesaikan proyek, tetapi juga termasuk memikirkan pengembangan diri, kerjasama kelompok, inovasi, dan masa depan perusahaan. Bagaimana kita bisa mengganti silaturahmi yang tadinya dengan mudah dilakukan melalui sekedar menyapa dan mengobrol singkat dalam pertemuan-pertemuan di lift dan pantry kantor. Sementara itu, ngobrol santai secara online perlu diatur bergantian siapa yang berbicara agar tidak terjadi chaos.