Dengan begitu banyaknya etnis di Indonesia, tidak mengherankan jika bangsa kita memiliki begitu banyak warisan budaya pangan yang bernilai tinggi. Di dalam warisan tersebut tercakup resep kuno, teknologi masyarakat zaman dahulu ketika memasak, hingga cara mengonsumsi makanan.
Sutamara Lasurdi Noor, Koordinator Food Culture Alliance Indonesia dan Project Coordinator Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN Indonesia), mengungkapkan, di berbagai daerah, kita melihat bagaimana budaya pangan memiliki makna mendalam.
Misalnya, menyuguhkan makanan yang melimpah adalah simbol kemakmuran bagi beberapa kelompok masyarakat Indonesia. Atau, ultra-processed food sering kali dilekatkan dengan status sosial yang lebih tinggi di pedesaan, sementara makanan tradisional menjadi primadona di perkotaan.
““Fenomena ini mencerminkan kompleksitas budaya pangan kita: keterbukaan terhadap pangan baru dan keinginan mengeksplorasi rasa dan makna. Budaya pangan mencakup lebih dari sekadar tradisi; ia mencerminkan bagaimana kita berpikir, menilai, dan menghargai makanan dalam konteks sosial yang lebih luas.”
Virginia Kadarsan, yang selama 4 tahun membidangi riset di Akademi Gastronomi Indonesia dan sekarang menjadi bagian dari Gastronomi Indonesia Network, mengungkapkan, dari budaya pangan Nusantara, banyak nilai baik yang bisa diambil, lalu ditambahkan dengan nilai baru, sehingga menjadi nilai yang terus berkelanjutan.
“Kita ingin membangun kesadaran baru yang generatif untuk membangun budaya yang nantinya relevan, yang tujuannya adalah untuk kemajuan.”
Di sisi lain, Roby Bagindo, pendiri Masak TV, bercerita, terkait budaya pangan, nenek moyang kita makan bukan sekadar memberi makan raga, tetapi juga jiwa. Saat ultra-processed food mengepung dan banyak orang menjadi sakit, banyak negara sibuk mempelajari makanan nenek moyang mereka yang bisa menyehatkan.
“Kita beruntung, karena mempunyai makanan purba yang hingga kini masih disantap. Orang masih makan sagu dalam bentuk sagu, rawon yang terkait dengan Prasasti Taji juga masih disajikan dalam rupa yang sama.”
Lalu, seperti apa budaya pangan Nusantara dalam kaitannya dengan kebutuhan gizi seimbang dan upaya pelestarian alam?