Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Kita tahu betapa sulitnya mengajarkan suatu nilai-nilai kepada individu, baik dalam organisasi maupun negara. Program penataran selalu menjadi program wajib di semua institusi pendidikan maupun ketika individu bergabung dengan lembaga-lembaga negara.
Namun, berdasarkan indeks korupsi dari Corruption Perceptions Index 2022, Indonesia menduduki peringkat ke-110, jauh di bawah negara tetangga Malaysia yang berada di peringkat ke-65, apalagi negara kecil yang menempel dengan kepulauan kita yaitu Singapura yang berada di posisi 5 teratas.
Hal ini menunjukkan bahwa membangun budaya dan menyuntikkan nilai rasanya tidak bisa dilakukan lewat ajaran konsep dan teori semata, apalagi bila praktik di lapangan yang kita lihat sangat jauh berbeda dengan apa yang diajarkan di bangku-bangku kelas itu.
Pada saat sebuah organisasi sedang menyosialisasikan nilai human centric di organisasinya, pimpinan perusahaan tidak bisa menahan emosinya dan merusakkan komputer karyawan yang ditinggal pulang dalam keadaan masih menyala. Cerita ini dengan cepat beredar ke segenap insan di organisasi tersebut dan membuat sosialisasi nilai yang diupayakan oleh divisi SDM pun lenyap tertelan angin.
Membangun budaya memang sulit bila kita ingin budaya tersebut benar-benar meresap dalam jiwa segenap insan di organisasi. Budaya tidak teraba atau teraga dan karenanya sulit sekali dikendalikan.
Ada organisasi yang melatih orang-orang terpilih dengan harapan mereka menjadi agen-agen perubahan di seluruh penjuru organisasi. Ada yang membuat event-event besar untuk mengumandangkan budaya tersebut agar dikenal oleh seluruh karyawannya.
Ada juga yang membuat beragam program yang bertujuan menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baru yang selaras dengan perilaku dari budaya yang ingin ditanamkan. Beragam usaha dilakukan oleh organisasi untuk menumbuhkan budaya sesuai dengan harapan para founding fathers.
Direktorat Jenderal Pajak pernah mengeluarkan buku yang diberi judul Berkah, berisi tentang kisah bagaimana para karyawan menghadapi beragam tantangan dan mensyukuri perjalanan hidup mereka.
Buku Berkah yang dimaksudkan untuk menyuntikkan nilai-nilai integritas ini memang terasa lebih menggigit ketimbang sekadar aturan do’s and don’ts yang biasa kita lihat di tembok-tembok kantor.