Diskriminasi Usia

Semua orang pasti akan menua. Namun, bagaimana individu menjaga staminanya, baik secara kognitif, fisik, maupun mental adalah pengalaman yang berbeda satu sama lain. Kita tidak bisa menggeneralisasi bagaimana kondisi para senior ini. Banyak bukti yang menunjukkan para senior ini justru semakin tua semakin tajam dalam menganalisa bisnis dan organisasi.

Era nonpensiun

Banyak lembaga yang sudah bersiap untuk kehilangan individu yang mulai memasuki usia 50 tahunan. Mereka memberikan posisi-posisi yang kurang strategis ataupun kritikal. Individu pun seolah-olah sudah bersiap untuk pensiun dengan program-program masa persiapan pensiun dari organisasi.

Berapa banyak yang justru membuat program transfer knowledge dari para senior ini secara terstruktur agar dapat menjadi aset organisasi? Ini benar-benar suatu kerugian yang amat besar. Selain bahwa individu berusia 50 tahun masih produktif untuk berkembang dan belajar materi baru, pengalamannya selama lebih dari 30 tahun juga harus dimanfaatkan secara optimal bagi organisasi.

Strategi pemerintah untuk memotong usia aktif para eksekutif sungguh perlu dipikirkan masak -masak. Seorang pejabat perusahaan listrik mengatakan, “Alih alih memahami masalah teknis, para milenials tidak pernah pergi dan melihat, menyaksikan apa isi sebuah gardu listrik. Bagaimana mereka mau membuat strategi perusahaan dengan cermat?” Dengan kedatangan para milenial, kita seharusnya dapat mengoptimalkan kreativitas, kekritisan para milenial, dan jam terbang para senior.

Strategi memperpanjang usia sumber daya manusia (SDM) diterapkan oleh perusahaan baru seperti Altos Labs yang memperpanjang masa pensiun sambil tetap juga memperhatikan perkembangan kompetensi para seniornya.

Memang, begitu mereka mulai menunjukkan sindrom penuaan, perusahaan akan mengambil kebijakan pensiun. Namun, selama mereka masih aktif, bisa dilakukan reversed mentoring, yaitu pairingantara si senior dan junior dalam mengerjakan proyek akan sangat berguna bagi kedua belah pihak. Mereka dapat saling mengajari dan belajar.

Dari data yang ada, terlihat bahwa populasi para senior sekarang sudah lebih banyak dibandingkan 50 tahun lalu. Kalau pada 1950 orang berusia 65 tahun berjumlah 5 persen dari populasi, diramalkan pada 2050 akan berjumlah sekitar 16 persen. 

Dengan kondisi kesehatan yang lebih baik, masa hidup manusia pun semakin lama semakin panjang. Bahkan, ada ahli yang mengatakan bahwa anak-anak yang lahir pada era ini akan bertahan sampai usia 100 tahun. Banyak orang yang memilih untuk terus bekerja ketika mereka berusia 65 tahun, karena mereka tidak bisa menjamin masa depannya ketika mereka berusia 90 tahun.

Jadi, kita memang harus mengubah cara pandang kita. Para senior ini bukanlah beban ataupun korban diskriminasi usia, melainkan aset yang berharga. Agar dapat memanfaatkan energi dan pengalamannya, organisasi haruslah age ready membangun infrastruktur dan sistem untuk menunjang, “Turn ageism into sageism.” Oleh karena itu, perusahaan akan menganut paham panjang umur dan bijak.

EXPERD, HR Consultant/Konsultan SDM

Diterbitkan di Harian Kompas Karier 2 April 2022

ASRI Dukung Program Keberlanjutan melalui Kemitraan Strategis dengan Xanh SM

ASRI, salah satu pengembang properti terkemuka di Indonesia, mempertegas komitmennya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan...

Tren Aksesoris Populer di Tahun 2024

Dunia fashion terus berinovasi, tak terkecuali aksesoris. Di tahun 2024 ini, aksesoris fungsional dan...

UMKM Dapat Kelola Jaringan Internet Bisnis Secara Efisien dan Gratis

Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia terus menunjukkan perkembangan pesat. Hingga...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here