Ekonomi Digital Lahirkan Pekerja Informal

Oleh Suryo Winarno

Pandemi memicu ekonomi digital tumbuh dalam kehidupan seharian masyarakat Indonesia. Karena ekonomi digital sudah masuk dalam sektor perdagangan, keuangan, transportasi, pertanian, kehutanan, perikanan, dan pelayanan (pemerintah). Kini ekonomi digital akan melakukan transformasi ekonomi konvensional tingkat nasional. Benarkah digitalisasi ekonomi meningkatkan kesejahteraan rakyat? Waktu dan masyarakat yang membuktikan di masa depan.

Dampak digitalisasi menghasilkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berkembang pesat ditengah negara dan masyarakat terinfeksi Covid. Pertumbuhan digitilasasi tinggi disebabkan ekonomi digital memiliki ciri efisiensi, mandiri, dan produktif menghasilkan barang dan jasa sesuai pemesan sehingga produk mudah dan cepat diterima pelanggan.

DIGITALISASI

Menurut prediksi, sampai akhir tahun 2021 transaksi ekonomi digital meningkat paling besar pada platform e-commerce 48,4 persen, dibandingkan tahun 2020. Pada periode yang sama kenaikan transaksi uang elektronik 35,6 persen, dan petumbuhan bank digital 30,1 persen. 

Di masa depan pertumbuhan ekonomi digital 8 kali lipat pada tahun 2030. Sektor ekonomi e-commerce memberikan kontribusi pertumbuhan 34 persen setara Rp 1.900 triliun. Tahun 2030, pertumbuhan antar bisnis sebesar 13 persen setara Rp 763 triliun. 

Dengan prediksi pertumbuhan ekonomi digital tinggi, produk domestik bruto (PDB) Indonesia meningkat dari Rp 15.400 triliun tahun ini jadi Rp 24.000 triliun tahun 2030. Sangat fantastis, prediksi pertumbuhan ekonomi digital tinggi kalau terealisasi tanpa ada hambatan, misalnya perubahan iklim. Bagaimana kalau terjadi kendala? Waktu yang menjadi saksi. 

Faktor utama pertumbuhan pesat ekonomi digital Indonesia dibagi menjadi dua prespektif, yaitu industri dan konten. Dari sisi industri, banyak operator telekomunikasi berlomba membangun infrastruktur jaringan 2G, 3G, 4G, dan 5G. Perluasan akses internet ini dibarengi pertumbuhan jenis gawai yang memiliki harga terjangkau dengan daya beli masyarakat.

Dari prespektif konten, penggunaan smartphone masif dan munculnya aplikasi media sosial seperti instragram dan tiktok menjadi pendorong utama perkembangan ekonomi digital. Kini masyarakat menggunakan media sosial tidak hanya berjejaring pertemanan namun mereka mengoptimalkan media sosial untuk aktivitas ekonomi, misalnya menjadi creator dan berbisnis.

INFORMAL TUMBUH

Bagaimana pengaruh digitalisasi terhadap ekonomi masyarakat? Umumnya model ekonomi digital tumbuh berkat kolaborasi fleksibel dan pekerja lepas. Pola kerja sama fleksibel menimbulkan kebebasan pihak kuat menekan pihak lemah kalau tidak ada kecocokan kolaborasi. Sehingga pihak lemah menjadi korban kesewenangan pihak kuat optimalisasi keuntungan.

Implikasinya, muncul pekerja informal bertebaran di perkotaan (93%) dan pedesaan (7%) guna menghidupi diri dan keluarga, dengan waktu kerja lama (diatas 60 jam per minggu) untuk mencapai kesejahteran tapi berisiko tinggi terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Sementara pemilik modal membuat strategi optimalisasi ekonomi digital. 

Inilah kelemahan model ekonomi digital di Indonesia karena tanpa dukungan regulasi hubungan pengusaha dengan pekerja yang lugas dan jelas. Namun, ekonomi digital dinarasikan pemerintah mempunyai kelebihan pertumbuhan tinggi, menyerap tenaga kerja banyak, dan mengurangi penganguran milenial. Bagaimana realitanya? 

Sebelum pandemi jumlah pekerja informal pada Februari 2019 sebanyak 74,08 juta orang, 71,96 juta orang Agustus 2019, 75,5 juta orang Februari 2020, 77,68 juta orang Agustus 2020, 78,14 juta orang Februari 2021, 77,91 juta orang Agustus 2021. Dengan demikian, pertumbuhan pekerja informal periode yang sama, minus 2,9%, tumbuh 4,7%, tumbuh 2,8%, tumbuh 0,6%, minus 0,3%. 

Sementara periode 2014 – 2020 kenaikan nilai transaksi e-commerce sebesar Rp 27,55 triliun, Rp 46,40 triliun, Rp 84,10 triliun, Rp 102,95 triliun, Rp 124,74 triliun, Rp 150,80 triliun, Rp 178,38 triliun. Estimasi tahun 2021 nilai transaksi e-dagang Rp 208,80 triliun.

Melihat nilai transaksi periode yang sama, terjadi pertumbuhan 40,63 persen (2015-2014), 44,8 persen (2016-2015), 18,31 persen (2017-2016), 17,51 persen (2018-2017), 17,3 persen (2019-2018), 15,5 persen (2020-2019). Maka pertumbuhan nilai e-dagang pada kisaran 15 persen sampai dengan 44,8 persen.

Akhirnya, digitalisasi melahirkan pekerja informal dengan pertumbuhan tertinggi 4,7% pada bulan Februari 2020, sementara pertumbuhan ekonomi digital e-commerce paling tinggi 44,8% pada bulan Agustus 2016. 

Sangat tragis laju peyerapan tenaga kerja oleh pertumbuhan ekonomi digital Indonesia (4,7% vs 44,8%). Namun itulah paradigma ekonomi digital. Silahkan dibuktikan oleh ekonom pembangunan berwawasan lingkungan.

Suryo Winarno, Praktisi Kesehatan Kerja dan Lingkungan di Industri Makanan dan Minuman

BINUS University Naik 20 Peringkat se-Asia dalam Pemeringkatan QS World University Rankings Asia

Jakarta, 6 November 2024 - BINUS UNIVERSITY, sebagai Perguruan Tinggi Indonesia berkelas dunia mengucapkan...

Mengapa Startup Perlu Mendirikan PT di Awal Perjalanan Bisnis?

Di era ekonomi digital yang terus berkembang, semakin banyak startup muncul dengan ide-ide inovatif...

Marianna Resort & Convention Tuktuk Samosir Gelar Perayaan Diwali Pertama di Samosir

Pulau Samosir, terletak di tengah Danau Toba, adalah salah satu destinasi wisata terpopuler di...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here