Ekonomi Digital, Puaskah Milenial?

Oleh Suryo Winarno

Pandemi telah mengubah perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam sehari-hari. Sebelum pandemi manusia memenuhi kebutuhan secara tradisional melalui perjalanan ke pasar tradisional, supermarket, dan minimarket. Selain itu, manusia juga pergi ke mal dan hotel untuk berbagai keperluan.

Memasuki infeksi Covid masif timbul pembatasan aktivitas manusia melakukan kegiatan. Implikasinya aktivitas manusia berubah dari berjalan menjadi sistem digital (e-commerce) dalam kehidupan demi menjaga kesehatan dari serangan virus Corona dan kematian. Itulah realita dampak perilaku manusia saat pandemi selama hampir dua tahun.

MASLOW

Dampak ekosistem digital di masyarakat melahirkan ekonomi digital yang menakjubkan. Transaksi e-commerce tahun 2020 tumbuh 22 persen (Rp 266 triliun tahun 2020 dari Rp 206 triliun 2019), tahun 2019 tumbuh 48 persen (Rp 206 triliun tahun 2019dari Rp 106 triliun tahun 2018).

Dalam kaitan perkembangan e-commerce memberikan layanan mengikuti teori Maslow. Teori Maslow menyebutkan kebutuhan manusia dibagi menjadi tiga, primer nomer satu (sandang dan pangan), dilanjutkan kebutuhan sekunder (rumah dan perabotan rumah tangga), dan kebutuhan tersier (mobil, wisata, video game, musik digital).

Data e-commerce menunjukkan kebutuhan fashion dan kosmetik menduduki ranking pertama. Selanjutnya kebutuhan mobilitas (perjalanan), kebutuhan elektronik, kebutuhan makanan dan minuman, kebutuhan furniture (perabotan), menyalurkan hobi atau mainan, kebutuhan video game, dan musik digital.

Delapan kebutuhan manusia yang dilayani e-commerce menghasilkan transaksi triliunan. Tahun 2020 nilai transaksi e-commerce masing-masing produk di atas sebesar Rp 14,02 triliun, Rp 98,8 triliun, Rp 86,1 triliun, Rp 66,6 triliun, Rp 64,1 triliun, Rp 63,5 triliun, Rp 24,02 triliun, Rp 27,17 triliun. Sangat mengejutkan?

Berdasarkan data, kebutuhan manusia Indonesia untuk tampil meyakinkan menjadi ukuran utama sehingga konsumsi kosmetik, pakaian, asesori sejenis yang melekat dalam kehidupan menempati posisi pertama. Namun nilai transakasi realatif kecil dipengaruhi harga kompetitif dan berkaitan dengan perempuan.

Elektronik berkaitan dengan kebutuhan gawai, televisi, mesin cuci, dan sejenisnya. Elektronik menduduki posisi kedua dengan nilai transaksi paling tinggi karena barang memiliki harga premium hingga terendah (second-bekas) sehingga perputaran barang tinggi melahirkan nilai transaksi aduhai. Barang ini dibutuhkan semua manusia tanpa membedakan gender.

Kebutuhan perjalanan (transportasi) menduduki posisi ketiga tapi nilai transaksi termasuk tinggi. Sebab tranportasi berkaitan dengan kebutuhan pokok sehari-hari dan semua orang membutuhkan dalam perjalanan dalam kota dan luar kota. Akibatnya, discount harga menjadi strategi utama untuk merebut pasar ditengah persaingan ketat antar e-commerce.

Makanan dan kebutuhan harian menempati posisi keempat dengan nilai transaksi juga tinggi. Pandemi memunculkan pembatasan aktivitas manusia sehingga kebutuhan makanan dan harian dilayani e-commerce secara praktis dan menimbulkan wirausaha makanan dan minuman rumahan sebagai ganti penjualan makanan di restoran siap saji di mal.

Kelemahan makanan dan minuman rumahan adalah kurang terjamin segi kesehatan. Sehingga tinggal menunggu waktu masalah berjualan makanan rumahan muncul meledak di pasaran. Badan Pengawas Obat dan Makanan mesti melakukan pengawasan makanan olahan yang dijual wirausaha rumahan.

Tujuan pengawasan memberikan penjelasan cara pengolahan makanan secara higienes. Sehingga dapat mencegah timbul keracunan makanan dikonsumi pelanggan di berbagai daerah di kota dan desa.

Masyarakat diminta waspada membeli makanan yang dibuat wirausaha rumahan. Sebab sebagian produk dijual tanpa dikontrol lembaga pengawas resmi (pemerintah) mengingat peluang wirausaha makanan bisa menimbulkan pengangguran besar kalau diangkat ke permukaan.

KONSUMEN

Siapakah konsumen e-commerce? Generasi X generasi baby boomers (usia 55 tahun ke atas) berbelanja lewat digital paling banyak dibandingkan konsumen milenial dan generasi berikutnya. Melihat realita lapangan, fakta menggugurkan e-commerce digemari generasi milenial dan generasi muda.

Taransaksi baby boomers sebanyak 13 kali dan belanja 19 produk. Kelompok usia 46-55 tahun dan 36-45 tahun belanja produk 18 produk dan 12 kali transaksi. Konsumen muda mencakup milenial dan generasi Z belanja 16 produk dan 10 transaksi. Kelompok paling muda usia 15-25 tahun melakukan belanja 13 produk dan 9 kali transaksi.

Kesimpulan, e-commerce telah memasuki semua generasi. Sebuah potensi bisnis yang mengiurkan bagi yang tajam naluri bisnis inteligen. Semoga fakta nyata membuka wawasan kaum muda dan tua ditengah menghadapi pandemi dan pengangguran Indonesia.

Suryo Winarno adalah Praktisi Kesehatan Kerja dan Lingkungan di Industri Makanan.

BINUS University Naik 20 Peringkat se-Asia dalam Pemeringkatan QS World University Rankings Asia

Jakarta, 6 November 2024 - BINUS UNIVERSITY, sebagai Perguruan Tinggi Indonesia berkelas dunia mengucapkan...

Mengapa Startup Perlu Mendirikan PT di Awal Perjalanan Bisnis?

Di era ekonomi digital yang terus berkembang, semakin banyak startup muncul dengan ide-ide inovatif...

Marianna Resort & Convention Tuktuk Samosir Gelar Perayaan Diwali Pertama di Samosir

Pulau Samosir, terletak di tengah Danau Toba, adalah salah satu destinasi wisata terpopuler di...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here