Mereka lebih cenderung bertindak berdasarkan naluri daripada wisatawan lainnya, menjadikan mereka ‘anti-perencana’ tahun 2033 yang menyukai pengalaman akomodasi dengan tipe yang tidak terlalu sulit ditebak dan lebih menarik. Mereka juga terbuka terhadap teknologi yang membantu mereka ‘mempercepat’ aspek-aspek tertentu dalam perjalanan, dengan banyak dari mereka mengharapkan penggunaan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) di bandara.
2. Memory Makers (Pembuat Kenangan)
Hanya 16% dari masyarakat Indonesia yang termasuk dalam kelompok ini dengan mengambil pendekatan lebih sederhana dalam melakukan perjalanan; yaitu berorientasi dalam membuat kenangan dan mengunjungi berbagai tempat. Secara global, sebanyak 44% orang yang berusia 42 tahun ke atas telah terbiasa dengan kebiasaan bepergian mereka. Masa depan bisa menjadi prospek yang menakutkan bagi mereka.
Mereka mengutamakan orang terlebih dahulu dan tidak terlalu mementingkan teknologi dan keberlanjutan, karena merasa telah yakin dengan metode yang ada. Namun, terlepas dari keraguan mereka terhadap teknologi, mereka sangat tertarik dengan virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) dengan mayoritas diperkirakan akan menggunakan tur VR sebelum membeli tiket.
3. Travel Tech-fluencers (Pemberi Pengaruh Teknologi Perjalanan)
Sebanyak 31% masyarakat Indonesia termasuk dalam kelompok ini yang mencakup para wisatawan bisnis muda masa kini dengan pandangan hidup yang lebih maju. Secara global, sebesar 48% dari kelompok ini berusia di bawah 32 tahun dan perspektif mereka dilambangkan dengan seberapa banyak teknologi yang mereka miliki.
Namun, ada perselisihan dalam hal apa yang membuat mereka tertarik dan khawatir tentang masa depan teknologi dan perjalanan. Meskipun banyak yang ingin melakukan perjalanan yang berkelanjutan, tampaknya mereka lebih sadar akan opsi keberlanjutan seputar metode perjalanan mereka dibandingkan tempat mereka akan tinggal.
4. Pioneering Pathfinders (Para Pelopor Pencari Jalan)
Lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia (sebesar 35%) termasuk dalam Suku Wisatawan ini dengan kumpulan individu dari kelompok ini menjalani kehidupan yang serba cepat dan selalu mencari petualangan berikutnya. Secara global, kehidupan mereka berjalan lancar dengan sebesar 82% orang berusia antara 23 dan 41 tahun.
Mereka suka membuat rencana tetapi tidak takut akan risiko dan terbuka terhadap pengalaman baru. Dibandingkan dengan kelompok lainnya, kelompok ini lebih bersedia untuk membiarkan keberlanjutan mempengaruhi keputusan mereka.
Mereka juga akan sangat nyaman menggunakan semua bentuk metode pembayaran alternatif di tahun 2033, baik melalui mata uang kripto maupun dalam lingkungan virtual reality.
Studi ini juga mengungkap bahwa masyarakat Indonesia menantikan:
- Perencanaan perjalanan yang lebih cepat menggunakan artificial intelligence (44%)
- Perjalanan yang lebih cepat menuju destinasi kunjungan (42%)
- Kesempatan untuk berpergian dengan cara yang lebih ramah lingkungan (42%)