Kedai es krim legendaris Zangrandi Surabaya dikabarkan tutup pada 23 Maret 2021.
Berita yang sangat mengejutkan, bukan hanya bagi pemggemar es krim, tapi juga masyarakat Surabaya. Karena Zangrandi sudah telanjur menjadi ikon di Kota Pahlawan.
KISAH TUAN ZANGRANDI
Sejarah depot es krim legendaris itu bermula dari sini. Direkam oleh surat kabar De Indische Courant pada 25 Agustus 1924. Sehari sebelumnya, sebuah Istana Es Krim bernama Tutti Frutti di Jl Tunjungan no 3, Surabaya dibuka.
Pemiliknya imigran Italia bernama Roberto Zangrandi. Dia digambarkan sebagai seniman es krim, bersama sang istri, Ny Zomers.
“Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa tidak ada tempat di Surabaya untuk mengkonsumsi es krim lezat seperti di Tutti Frutti,” tulis koran ini.
Tampaknya, usaha Zangrandi bermodal besar. Dia tercatat memasang iklan di hampir semua surat kabar di Jawa. Seperti iklan De Indische Courant pada 5 Desember 1925. Dia mengklaim sebagai depot es krim terbaik.
“Bagi Anda jaminan bahwa Anda akan menerima es krim terbaik, rasanya tak tertandingi dan disiapkan secara higienis,” tulis iklan dalam bahasa Belanda.
Dari sebuah depot es krim, delapan tahun kemudian Tutti Frutti makin viral. Dia berubah jadi tempat hiburan malam terbesar.
Rebranding ini dimuat di surat kabar Algemeen Handelsblad 9 April 1932. Untuk pertama kalinya Zangrandi mendapat izin menyajikan minuman keras, sekaligus mengganti musik gramophone dengan live music, dilengkapi aula dansa tertutup.
Pembukaan makin meriah saat malam hari dipungkasi bintang tamu band Granada asal Manila yang pernah tampil di Paris.
Bisnis Zangrandi menggurita. 1 Februari 1933, dia membuka salon rambut terbesar di Surabaya, di pojokan Jl Simpang (Gub Suryo) dan Palemlaan (Pangsud). Salon Zangrandi ini bahkan buka cabang, di Jl Tunjungan 33 dan 48.
Tampaknya masa kejayaan Tuan Zangrandi tidak lama. Periode 1940-an, bisnisnya jatuh. Di Koran De Locomotif pada 1940 memuat iklan tentang bangunan gedung Tutti Frutti disewakan. Entah apa penyebab kebangkrutan itu.
Pada 1942, istrinya meninggal. Lebih apes lagi saat Jepang datang, Zangrandi jadi tawanan Jepang. Meskipun kelak dia dilepas karena tidak berkebangsaan Belanda. Bisnis Zangrandi tidak tercatat hingga tahun 1949.
Di buku Soerabaia Beeld van een Staad (1994) diterangkan jika Zangrandi memulai lagi merintis bisnis es krim di tempat baru.
Dia menempati sebuah rumah di Jl Sindhu Negara 15 (Jl Yos Sudarso) dengan menyulap teras paviliunnya jadi depot es krim. Ya, hanya sebuah depot. Bukan tempat hiburan megah seperti, era keemasan dulu.
Dia mulai dari nol lagi. Nama depot itu tidak lagi Tutti Frutti. Namun nama dirinya, R Zangrandi. Tutti Frutti hanya dipakai sebagai nama menu andalan bersama tiga nama lainnya.
Di usia tua, dan belum sempat berkembang lagi, masalah muncul. Akibat kebijakan politik nasionalisasi 1957, Zangrandi terkena imbasnya. Dihadapkan pilihan sulit sebagai WNI atau kembali ke negara asalnya.
Zangrandi memutuskan pilihan kedua. Kembali ke Roma, Italia. Semua aset, mulai bangunan, merk dagang, hingga resep dibeli koleganya, Adi Tanumulia, seorang pengusaha minuman anggur.
Sejak itulah huruf R dihapus dari nama depot R Zangrandi. Anak-anak (almarhum) Adi Tanumulia sempat bekonflik hukum belakangan ini. Sampai kemarin operasional Zangrandi sementara dihentikan.
Banyak yang patah hati.
(Sumber: Grup-grup WA)