Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob
Banyak organisasi besar sudah memahami pentingnya pemimpin yang andal bagi keberlangsungan organisasi mereka. Mereka mengadakan kelas-kelas pelatihan, juga melakukan evaluasi kinerja secara periodik.
Namun, ketika saatnya tiba bagi para CEO untuk mengalihkan tongkat estafet mereka kepada salah satu dari talenta yang ada, tetap saja mereka merasa kesulitan menentukan siapa yang cukup siap untuk membawa organisasinya menghadapi tantangan yang ada.
Banyak dari mereka bahkan mungkin merasa pengalaman yang dimiliki sendiri pun belum cukup untuk menghadapi tantangan organisasi di masa depan. Terlebih globalisasi dan kecepatan inovasi teknologi yang telah mengubah cara orang berhubungan satu sama lain.
Saat ini, orang dapat dengan mudah bergaul antarbenua, antarbudaya. Kolaborasi antar-perusahaan pun dapat terjadi secara kreatif dan merambah ke pasar-pasar baru yang sebelumnya tidak ada. Teknologi membawa banyak kejutan. Industri-industri yang tadinya maju dengan nyaman tiba-tiba mengalami guncangan dalam hitungan bulan.
Pada era dengan penggunaan media sosial yang demikian masif, konsumen, media, dan para stakeholder menjadi sangat berkuasa. Mereka tidak segan melakukan reward and punishment pada perusahaan-perusahaan lama maupun baru. Kita lihat berapa banyak raksasa start-up yang mengurangi ribuan karyawannya.
Pada situasi seperti ini, kita memang perlu meninjau kembali efektivitas kepemimpinan yang kita kenal selama ini. John Kotter dari Harvard mengatakan, “Leadership is very much related to change. As the pace of change accelerates, there is naturally a greater need for effective leadership.”
Apakah ini berarti ada gaya kepemimpinan yang tidak lagi jitu untuk menghadapi tantangan saat ini?
Memperkuat kualitas kepemimpinan
Beberapa hal mengenai kepemimpinan konvensional memang tetap harus ada. Bahwa pemimpin perlu memiliki visi dan mampu mendapatkan buy in dari para stakeholders-nya untuk mewujudkan visi tersebut sampai saat ini tetap penting.
Pemimpin pun diharapkan dapat membuat terobosan dan bekerja keras memenuhi komitmennya sambil tetap mempraktikkan integritas dan kejujuran. Namun, saat ini, ada beberapa hal yang perlu dimiliki para pemimpin untuk memperkuat kualitas kepemimpinannya guna menghadapi kebutuhan zaman.
Pertama, pemimpin tidak bisa lagi bergantung pada “kuasa” yang dimiliki sebagai berkah dari jabatannya. Hierarki, gaya “command & control”, “telling” dengan sikap “tidak mau tahu” atau “pokoknya” terasa sudah sangat usang.