Hadapi Masalah di Tempat Kerja dengan Berfokus pada Solusi

Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob

Kita pasti pernah berusaha mengatasi masalah tertentu untuk jangka waktu yang cukup lama tanpa bisa menemukan jalan keluarnya. Pertanyaan yang sering berkecamuk di pikiran kita adalah: mengapa?

Tidak jarang, kita terus berkutat mencari sumber kesalahan atau masalah, mungkin sibuk menyalahkan orang lain atau juga diri kita sendiri. Jarang kita langsung berpikir apa yang dapat dilakukan untuk menanggulangi atau meminimalisir akibat dari kesalahan itu ataupun mencari kesempatan yang dapat dimanfaatkan dalam situasi yang tidak baik ini.

Kebiasaan berpikir seperti ini tanpa disadari dapat menular pada suatu organisasi. Bila melihat data-data penjualan yang buruk, perhatian kita mungkin saja tersedot untuk menemukan penyebab dari buruknya angka penjualan tersebut sampai lupa memutuskan langkah solusinya.

Bahkan, ada atasan yang senang sekali menunjukkan kesalahan anak buahnya, membiarkan mereka berkutat menerka keinginannya, tanpa ada diskusi yang menjurus pada penyelesaian, dan pada akhirnya membuahkan frustrasi. Kondisi yang dihadapi ini seakan-akan bernada, “something is broken, fix it”

Suasana seperti ini bisa berjalan terus sampai bertahun-tahun, tanpa kita sadar, ada jalan yang lebih baik untuk membuat organisasi menjadi lebih efektif. Bila seluruh inidividu dalam perusahaan berusaha untk berfokus pada solusi, pembelajaran dan pengembangan pun akan terarah pada ketrampilan-ketrampilan yang bernapas pencarian solusi. 

Kenali masalah yang bisa diperbaiki dan yang tidak

Banyak dari kita sudah mengikuti pelatihan problem solving dengan beragam model diagram cara menganalisa akar permasalahannya sebelum masuk pada solusi. Namun, bila begitu berfokus mencari akar permasalahan apalagi bila itu adalah hal-hal yang tidak bisa kita ubah, ada kalanya kita sudah kelelahan ketika sampai pada tahap mencari solusi. Mental menjadi lelah karena terjebak pada kompleksitasi situasi. Mencari kesalahan dapat menggiring kita menemukan kesalahan yang lain dan membuat kita lupa “move forward”. 

Photo by 傅甬 华 on Unsplash

Misalnya, seseorang yang tidak percaya diri, bisa saja melihat kepribadiannya terbentuk seperti itu akibat orang tua yang galak dan keras. Namun, apakah hal ini berguna bagi pengembangan dirinya?

Tidakkah lebih baik kita mencari tahu situasi apa yang dapat membuatnya merasa nyaman dan apa yang perlu ia lakukan agar ia dapat mengembangkan rasa nyaman itu dalam berbagai situasi lainnya sehingga rasa percaya dirinya pun makin lama makin berkembang.

Di dalam organisasi bisa saja ada individu-individu yang merasa tidak sejalan lagi dengan organisasi. Daripada kita menghabiskan waktu untuk mencari tahu bagaimana dapat mengubah organisasi demi memenuhi keinginannya, lebih baik kita berfokus pada mereka yang sejalan dengan organisasi.

Zappos bahkan memberikan 1.000 dolar pada karyawan baru yang setelah mengikuti masa orientasi menganggap bahwa budaya dan nilai perusahaan tidak cocok dengan nilai-nilai pribadinya dan memutuskan untuk mundur dari perusahaan.

Otak kita pun berperan dalam mengatur cara kita berpikir. Bila kita berfokus pada masalah yang tidak terlihat jalan keluarnya, hormon-hormon seperti cortisol dan adrenalin akan mengaktivasi sistem limbik otak kita. Moda defensif ini membuat rasa ingin tahu, imajinasi, dan inspirasi menghilang.

Mitos mengenai unlearning 

Orang sering berpikir, proses unlearning adalah semacam menghapus kejadian-kejadian lama yang telah kita alami dari benak kita. Namun, kerja otak tidak sesederhana itu. Otak kita pandai sekali menelusuri sejarah pengalaman pada masa lalu dan ingin melakukan repetisi dari pengalaman itu sehingga mudah menolak kebiasaan-kebiasan baru. Ini sebabnya orang sering kembali ke pola kebiasan lama dan sulit menghentikannya.

Dalam organisasi, tak jarang, kita melihat solusi yang dilakukan adalah hal yang sudah sering dilakukan pada masa lalu meskipun kita bisa melihat bahwa solusi tersebut ternyata tidak juga mengubah keadaan. Pertanyaan-pertanyaan analitis yang awalnya bertujuan untuk menganalisis akar permasalahan sering membawa kita pada vicious cycle dan kembali pada jawaban yang itu-itu lagi.

Di sisi lain, ada kekuatan otak yang kita kenal dengan neuroplasticity, yang memungkinkan kita membuat jalur baru dengan algoritma baru di otak kita. Memang dibutuhkan keberanian untuk menerapkan sistem baru yang belum ada jejaknya dalam otak kita sampai ia terbiasa untuk selalu berpikir keluar dari kerangka yang selama ini sudah ada. It is creating, versus fixing. Dengan sikap mental seperti ini, kita akan berpegang pada pertanyaan what might work, bukan sekadar what caused the problem.

Dengan melihat apa yang ada sekarang dan bagaimana maju ke depan, perkembangan bisa kita dapatkan tanpa melihat masalah yang sudah lewat. Di sinilah kita akan banyak menemukan kejutan semacam “aha moments” atau pencerahan karena dapat melihat dengan jelas hal-hal yang selama ini ada di depan mata tapi terabaikan.

Dengan membiasakan berpikir ke depan, otak kita akan menjadikan sistem berpikir ini sebagai default dan merangsang terus rasa ingin tahu dan imajinasi kita. It’s thinking about possibilities versus problem. Hope versus fear. Feeling like an optimist versus a pessimist.

Temukan perpektif baru dan ubah fokus kesadaran kita

Kita tahu bahwa manusia memang lebih mudah terpaku pada kebiasaan-kebiasaan lamanya. Karenanya menghentikan kebiasaan lama membutuhkan energi yang sangat besar mengingat secara tidak sadar kita akan terus menerus ditarik kembali kepadanya. Untuk itu, membentuk kebiasan baru merupakan jalan pintas yang cerdas karena akan menyedot energi dan perhatian kita sehingga kebiasaan lama pun terabaikan.

Misalnya saja, bila kita ingin menghentikan kebiasaan merokok. Daripada sibuk menganalisa penyebab kecanduan dan berusaha menghilangkannya, lebih baik bila kita mulai saja berolahraga secara rutin, berkumpul dengan komunitas baru yang terobsesi pada gaya hidup sehat. Bila kita mendapatkan reward positif yang kita cari di sini, kemungkinan besar dengan sendirinya kebiasaan merokok itu pun hilang dengan sendirinya. We change the focus of our awareness to something new.

EXPERD, HR Consultant/Konsultan SDM

Diterbitkan di Harian Kompas Karier 4 Desember 2021

Webinar “MAXY Talk” Ajak Mahasiswa Bangun Relasi Interpersonal

Buku legendaris "How to Win Friends and Influence People" karya Dale Carnegie kembali jadi...

Port Academy Cetak Tenaga Kerja Profesional di Sektor Bongkar Muat

Port Academy, sebagai lembaga pelatihan terkemuka di Indonesia, telah berhasil mencetak ratusan tenaga kerja...

Perkuat Kerja Sama Maritim: Kunjungan INS Mysore ke Indonesia

Dalam rangka mempererat persahabatan dan kerja sama maritim, Laksamana Dinesh K. Tripathi, Kepala Staf...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here