Home Featured Indonesia Maju dengan Kesehatan Jiwa Terpadu

Indonesia Maju dengan Kesehatan Jiwa Terpadu

0
Indonesia Maju dengan Kesehatan Jiwa Terpadu

Webinar Kesehatan Jiwa tentang Implementasi dan Keberlanjutan Pelayanan Kesehatan Jiwa di Indonesia

Kesetaraan dalam kesehatan jiwa merupakan tanggung jawab bersama yaitu kesetaraan dalam merancang, melaksanakan, dan mengakses pelayanan kesehatan jiwa.

PT Johnson & Johnson Indonesia bekerja sama dengan Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (Pusat KPMAK) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan rangkaian webinar virtual dan dialog kebijakan tentang masalah kesehatan jiwa. Rangkaian webinar telah dimulai sejak Juni dan terakhir yang bertemakan ’Indonesia Maju dengan Kesehatan Jiwa Terpadu’, secara garis besar bertujuan untuk membahas implementasi dan keberlanjutan layanan kesehatan jiwa di Indonesia dari berbagai perspektif.

Pelaksanaan webinar ini juga dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Jiwa pada 10 Oktober mendatang yang mengusung tema ‘Mental Health in an Unequal World’.

Webinar kesehatan mental ini dihadiri oleh lebih dari 100 peserta dari berbagai pemangku kepentingan, sebagian besar adalah pengambil kebijakan, dari Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, komunitas pasien skizofrenia, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pakar kesehatan masyarakat, para kader kesehatan, akademisi, dan swasta.

Acara virtual ini dibuka oleh Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., SpOG(K)., Ph.D., Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK KMK) UGM, dan dilanjutkan dengan sambutan dari Sawan Malik, Presiden Direktur PT Johnson & Johnson Indonesia dan Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt., MBA., M.Kes., dari Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (Pusat KPMAK), UGM.

Sawan Malik, Presiden Direktur dari PT Johnson & Johnson Indonesia dalam sambutannya mengatakan, “Upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kesehatan mental menjadi lebih menantang selama pandemi COVID-19. Seperti penyakit kronis lainnya, kesetaraan untuk pasien skizofrenia dan masalah kesehatan mental lainnya penting dan Indonesia memiliki banyak sumber daya untuk mencapainya. Diperlukan manajemen kesehatan jiwa yang komprehensif berdasarkan pendekatan seumur hidup untuk mencapai pemerataan melalui jaminan kesehatan universal.”

“Di Johnson & Johnson kami telah bermitra dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait dalam upaya mendukung peningkatan kesehatan masyarakat dan kami berkomitmen untuk terus melakukannya. Dan dalam upaya membantu mewujudkan Indonesia yang lebih sehat, kami sangat senang menjadi bagian dari webinar kesehatan jiwa pada hari ini yang bertemakan ‘Indonesia Maju dengan Kesehatan Jiwa Terpadu’ bersama rekan-rekan kerja yang terhormat dari Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (Pusat KPMAK), UGM.”

Gangguan jiwa merupakan salah satu tantangan kesehatan masyarakat yang paling signifikan di Indonesia. Tanpa kesehatan mental yang baik, orang merasa tidak mampu atau kurang mampu melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, termasuk perawatan diri, pendidikan, pekerjaan dan partisipasi dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, investasi dalam kesehatan jiwa terpadu sangat penting untuk keberlanjutan kebijakan kesehatan dan sosial ekonomi di negara ini.

Prevalensi masalah kesehatan jiwa di masyarakat Indonesia cukup besar dan menimbulkan beban kesehatan yang signifikan. Hasil RISEKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018 menunjukkan prevalensi rumah tangga dengan anggota yang menderita skizofrenia/psikosis sebesar 7/1000 sementara gangguan mental emosional pada remaja berusia >15 tahun sebesar 9,8%. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2013. 

Sebagian dari masalah kesehatan jiwa tersebut berlangsung lama (kronik) sehingga membutuhkan kesinambungan layanan dan pencegahan kekambuhan di masyarakat, sedangkan sebagian lagi dapat dicegah keberadaannya melalui upaya promotif dan preventif.

“Melalui rangkaian webinar ini dan yang terakhir yang berlangsung hari ini, kami berharap bahwa kita semua dapat memulai dan merenungkan kemungkinan perbaikan sistem kesehatan jiwa yang akan dilakukan. Peta jalan (roadmap) yang diusulkan ini diharapkan menjadi komitmen yang terdokumentasi di antara kita untuk mendukung pemerintah dalam meningkatkan tata kelola pelayanan kesehatan jiwa yang memiliki paradigma continuum of care. Mari bahu membahu untuk lebih memberikan investasi kepada tatakelola kesehatan jiwa, tidak hanya pemberian terapi medis komprehensif, namun terus memperkuat tata layanan kesehatan jiwa yang bebasis komunitas dengan dukungan rehabilitasi sosial sehingga dapat membantu pasien skizofrenia menjadi individu yang produktif,” pungkas Sawan.

Kesejahteraan jiwa adalah komponen mendasar dari definisi kesehatan WHO. Ini memungkinkan orang untuk menyadari potensi mereka, mengatasi tekanan hidup yang normal, bekerja secara produktif dan berkontribusi pada komunitas mereka. Kesehatan jiwa sangatlah penting dan Indonesia memiliki jalan panjang untuk mencapainya. Diperlukan manajemen kesehatan jiwa yang komprehensif berdasarkan pendekatan seumur hidup untuk mencapai pemerataan melalui jaminan kesehatan universal.

Alasan utama dimasukkannya kesehatan mental dan kesejahteraan dalam agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal / SDG) adalah termasuk nilai intrinsik dari kesehatan mental yang baik, konsekuensi luas dari gangguan mental, dan pendekatan komprehensif yang bersifat multi-sektoral untuk pembentukan, pelestarian, dan pemulihannya. Memang, tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental. Diperlukan tindakan lintas sektor untuk meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan.

Implikasi utama dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dan target 3.4 untuk kebijakan dan praktik kesehatan mental di semua negara adalah penekanan baru pada penerapan pendekatan kesehatan masyarakat yang kuat yang tidak hanya menangani kebutuhan individu dan keluarga yang sudah terkena gangguan mental dan disabilitas psikososial tetapi juga melindungi atau bertindak terhadap determinan kesehatan mental yang diketahui biasanya berasal dari luar sektor kesehatan, termasuk status sosial ekonomi, pencapaian pendidikan dan (dalam) kesetaraan.

Global Community Impact (GCI) Johnson & Johnson – diwakili oleh Devy Yheanne, Country Leader of Communications & Public Affairs dan Indonesia Community Impact Lead dari PT Johnson & Johnson Indonesia – turut berbagi informasi terkait inisiatif kesehatan mental berbasis komunitas di Indonesia yang juga dikenal sebagai Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat untuk Deteksi Dini dan Reintegrasi Skizofrenia (Community Health Empowerment for Early-Detecting and Reintegrating of Schizophrenia / CHEERS). Program yang didanai GCI Johnson & Johnson ini bertujuan untuk memperkuat sistem dukungan komunitas untuk hasil klinis yang lebih baik dari pasien skizofrenia melalui dukungan berbasis komunitas.

Proyek berbasis komunitas ini dikelola oleh Lentera dan bekerja melalui Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) – yang diwakili oleh Dr. Esty Febriani, M.Kes pada saat webinar – di tingkat pusat dan cabang di dua kabupaten (Sidoarjo dan Ponorogo) Provinsi Jawa Timur untuk memperkuat keterlibatan masyarakat dalam memberikan dukungan kepada penderita skizofrenia.

Menjelang akhir webinar, diskusi kreasi bersama menghasilkan beberapa rekomendasi dan saran bagi para pihak untuk memulai dan merenungkan kemungkinan peningkatan kesehatan mental terintegrasi, termasuk tiga aspek utama yang perlu menjadi perhatian bersama yaitu akses, mutu, dan efektivitas biaya (cost-effectiveness).

Dalam diskusi kreasi ini, dihasilkan sebuah poin penting yaitu merupakan tanggung jawab seluruh pihak dan pemangku kepentingan untuk memaksimalkan peran mereka masing-masing dalam peningkatan akses, perbaikan mutu, dan optimalisasi penyediaan layanan yang cost-effective.

Adanya keterbatasan sumber daya membuat fokus perbaikan harus dilakukan pada sejumlah prioritas utama, antara lain:

  1. Peningkatan kapasitas dan kesinambungan layanan rujuk balik melalui regionalisasi rujukan dan penyesuaian tarif layanan kesehatan jiwa.
  2. Pemanfaatan teknologi yang bersumber pada data, informasi, serta edukasi kesehatan jiwa agar menghasilkan layanan berbasis bukti dan evaluasi.
  3. Pelaksanaan program kesehatan yang berfokus pada promosi dan preventif di lokus publik utama seperti sekolah, tempat kerja, dan komunitas.
  4. Optimalisasi pemanfaatan dana dan sumber daya baik pada tingkat pusat maupun daerah untuk memperluas akses JKN.
  5. Pengembangan layanan melalui peningkatan kapasitas tidak hanya pada SDM kesehatan sebagai pelaksana layanan tetapi juga pasien, keluarga, dan masyarakat sebagai penerima layanan.

Seiring dengan berkembangnya sistem perawatan kesehatan Indonesia untuk memenuhi permintaan yang terus berubah, maka semakin penting bagi semua pemangku kepentingan untuk memastikan sistem perawatan kesehatan tetap berkelanjutan, termasuk sistem kesehatan jiwa yang terintegrasi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here