Suryo Winarno, Praktisi Ekonomi Industri
Serangan Covid-19 meningkat pesat terjadi pasca inkubasi virus 3-5 minggu yang jatuh bulan Juni. Hal ini ditunjukkan pada infeksi tertinggi “pertama” Covid-19 mencapai 18.872 orang pada 25 Juni. Infeksi Covid-19 awal Juni berkisar 4.000 – 7.000 orang per hari periode 1-9 Juni. Seiring berjalan waktu, pertengahan Juni infeksi Covid-19 naik pesat jadi 12.624 orang – 15.308 orang per hari.
Kondisi puncak pertama belum mendapat respon cepat Satuan Tugas Covid-19 pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena fasilitas isolasi buatan dan sejumlah rumah sakit, tabung oksigen, vitamin dan obat-obatan mencukupi untuk penyembuhan pasien terinfeksi virus corona.
Memasuki akhir bulan Juni, pertumbuhan kasus positif covid-19 meledak tinggi “kedua” (21.000), melebihi batas angka positif covid sebelumnya (18.000), fasilitas isolasi buatan dari pemerintah dan rumah sakit mendekati kapasitas maksimal, pemerintah kurang cepat menyiapkan fasilitas isolasi tambahan berimplikasi kapasitas rumah sakit mencapai 90 persen.
Menyadari fasilitas isolasi buatan dan rumah sakit hampir penuh, pengelola rumah sakit membuka tenda isolasi buatan di halaman dan memberikan saran kepada pasien untuk isolasi mandiri di rumah bagi korban untuk golongan ringan. Namun tabung oksigen dan obat klinis mulai tidak mencukupi sehingga terjadi krisis alat dan obat secara sporadis.
Akibatnya banyak pihak terhenyak ternyata serangan Covid-19 telah meningkat tanpa bisa henti. Keadaan ini berdampak infeksi virus delta naik cepat hingga kini mencapai 38.391 orang (8 Juli), membuat pemerintah dan masyarakat “terhentak” efek serangan covid-19 berpengaruh kepada persediaan fasilitas isolasi buatan, tabung oksigen, harga vitamin C, D, E, obat-obatan, dan minuman fungsional meloncat dan lenyap.
PASAR GELAP OBAT
Dalam kondisi krisis selalu muncul pasar gelap produk dibutuhkan rakyat sebab pasokan cenderung tetap tapi permintaan tinggi. Pandemi Covid-19 tahun kedua menimbulkan krisis tabung oksigen, obat-obatan, dan minuman fungsional ditandai kenaikan harga tidak masuk akal mengingat masyarakat ingin semua selamat dari serangan Covid-19.
Misalnya, harga satu tabung oksigen naik jadi Rp 2 juta yang kondisi normal Rp 700.000, ivermectin naik jadi Rp 475.000 dari harga semula Rp 75.000 per tablet berisi 10 pil, minuman fungsional (susu) naik menjadi Rp 15.000 dari harga normal Rp 8.000 per kaleng, dan oseltavimir hilang di apotik dan toko obat namun di toko e-dagang tersedia dengan harga tinggi.
Terjadinya kenaikan harga produk yang dibutuhkan masyarakat berkaitan dengan penyembuhan infeksi Covid-19 pernah terjadi saat pada krisis ekonomi 1997-1998. Kala itu produk harga makanan tambahan bayi naik tajam karena rupiah terdepresiasi dari Rp 2500 menjadi Rp 17.000 dikhawatirkan perusahaan tidak bisa impor bahan baku sehingga produk hilang dan harga melompat tinggi.
Kini evaluasi melaporkan kenaikan kasus positif Covid-19 yang melompat disebabkan faktor domestik, mobilitas manusia dari luar negeri, dan varian virus baru. Faktor domestik merupakan gabungan liburan panjang bulan Mei-Juni mencakup liburan Lebaran, liburan Kenaikan Isa Almasih, liburan Hari Raya Waisak, dan liburan Hari Kesaktian Pancasila. Keempat liburan berdekatan dengan Sabtu, Minggu, dan Senin sehingga menimbulkan potensi penularan.
Sementara kedatangan pekerja imigran yang signifikan berasal dari India, Saudi Arabia, termasuk China ke Indonesia. Wisatawan India menjadi sumber varian virus delta. Varian virus delta memiliki penyebaran lebih cepat 10x lipat dibanding varian lainnya. Terbukti dalam waktu 30 hari virus delta bisa menularkan kepada 729 orang.
VARIAN DELTA
Virus varian Alpha jika tidak menerapkan protokol kesehatan bisa menularkan kepada 15.000 orang, sementara virus varian Delta yang saat ini mendominasi Indonesia bisa menularkan kepada 100.000 orang kalau tidak menerapkan protokol kesehatan. Ini yang membedakan peristiwa libur nataru (natal dan tahun baru) dan libur lebaran tahun lalu (Mei-Juni).
Varian virus baru disadari pemerintah berperan besar pada pertumbuhan kasus positif Covid-19 tanpa henti berkat evaluasi yang obyektif. Sebelumnya tingginya kasus covid-19 diklaim hanya liburan lebaran, padahal masyarakat yang mudik hanya 1,8 juta dari 80 juta rencana awal mudik.
Berkat kesadaran dan pengorbanan warga perantau, mereka tidak jadi mudik. Sayangnya liburan Lebaran dianggap penyebab infeksi Covid-19 tinggi Juni 2021.
Berdasarkan temuan ini, selayaknya pemerintah dibiasakan menahan diri berkomunikasi dengan publik kalau data belum lengkap agar tidak menimbulkan antipati publik ketika membutuhkan dukungan masyarakat seperti sekarang ini. Semoga pemerintah makin menyadari bahwa mengelola krisis membutuhkan antisipasi tingkat tinggi dan pendapat ahli yang obyektif.
Dengan pengakuan pemerintah bahwa pandemi tidak bisa segera berhenti tapi makin tinggi karena serangan virus Delta bersama gabungan liburan berdekatan dan berurutan, kini saatnya masyarakat berpartisipasi mengurangi kegiatan terbuka dan menerapkan prokes secara konsisten agar pandemi cepat usai meski itu utopia.