Jadi Orang Itu Harus Solutip!

Nadia’s Note

Digitalisasi dan adopsi teknologi sedang berlangsung di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Perkembangan internet yang begitu pesat menjadi magnet bagi pelaku bisnis di bidang teknologi atau perusahaan rintisan yang biasa dikenal sebagai start-up.

Hanya saja, tidak banyak yang mempunyai diferensiasi atau pembeda yang tajam satu sama lain. Juga, hanya sedikit yang mampu mengembangkan teknologi yang mampu menjawab permasalahan di masyarakat.

Padahal, di situlah yang penting, hal paling utama yang harus tertanam dalam mindset seorang pebisnis adalah menjadi problem solver atau solution maker – yang juga menjadi ciri khas digital start-up

“Jadi orang harus solutip,” kata tokoh Bu Tejo dalam film pendek Tilik yang sempat viral beberapa waktu yang lalu.

Itulah pelajaran penting yang kita dapat dari Sociopreneur Discussion Series ke-4 yang menghadirkan pembicara Peter Shearer, CEO dan Founder Wahyoo, Senin lalu (25/4).

Dari Peter, yang mendirikan wahyoo.com sejak 2017 kita bisa banyak belajar tentang start-up dan entrepreneurship.

Wahyoo.com adalah start-up lokal yang fokus membantu warung makan tradisional untuk meningkatkan daya saingnya melalui pendampingan usaha berkelanjutan. Layanan yang disediakan platform ini meliputi kemudahan berbelanja, layanan teknologi pendukung, pelatihan wirausaha, kegiatan komunitas, dan renovasi warung. 

Karakter solution maker itulah yang melekat pada diri Peter dalam menjalankan bisnisnya. Termasuk ketika melakukan pendampingan kepada para mitra Wahyoo.

Menurutnya, saat seseorang membangun bisnis, pada dasarnya ia sedang membangun orang dan kemudian orang tersebut membangun bisnis. “Bisnis harus memberi dampak yang baik kepada banyak orang lain,” jelasnya.

Apalagi kalau hal ini dikaitkan dengan sociopreneurship yang saat ini lagi ngetren saat ini. Setidaknya, mengutip data dari Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-bangsa (UN-ESCAP), saat ini terdapat sekitar 340.000 sociopreneurship atau bisnis sosial di Indonesia hingga 2018. Jumlah ini terus bertambah dan didominasi oleh generasi milenial.

Sesuai namanya, sociopreneurship menggabungkan konsep bisnis dengan isu sosial. Sociopreneur adalah seseorang yang berusaha menggunakan berbagai cara bisnis untuk mengatasi masalah bersama.

Jika bisnis pada umumnya berusaha mengejar profit setinggi-tingginya. Namun, berbeda dengan sociopreneurship. Ia memiliki jauh lebih menekankan pada unsur isu sosial daripada keuntungan semata.

Peter mengaku ada perasaaan lebih dari sekadar uang, rasa puas yang tak terhingga ketika Wahyoo berhasil memberangkatkan umroh mitra bisnisnya atau saat mereka memberikan beasiswa kepada pemilik warung keluarga besar Wahyoo.

“Jadi uang tidak lagi menjadi isu utama, tapi sebagai alat agar dapat menciptakan dampak sosial yang lebih besar,” ungkapnya.

Yup, bukan berarti wirausahawan mengabaikan keuntungan sih. Sociopreneurship tetap menghasilkan profit. Namun, profit tersebut lebih banyak dimanfaatkan untuk membuat sebuah aksi positif daripada keuntungan pribadi semata.

Tentu tidak berlebihan kalau ada yang berpendapat bahwa ukuran kesuksesan sebuah bisnis adalah ketika bisnis tersebut solutip dan mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat. Setuju?

Kolom Nadia Hasna Humaira

Gyukatsu Kyoto Katsugyu Hadir di AEON Mall Deltamas Cikarang

Setelah sukses dengan cabang perdana di Jakarta, Gyukatsu Kyoto Katsugyu kini membuka cabang keduanya di AEON...

WSBP Terima Penghargaan Best Corporate Secretary Awards 2024

WSBP kembali menunjukkan kinerja luar biasa dengan menerima penghargaan Indonesia Best Corporate Secretary Awards...

Ayana Residences Memperkenalkan Alamanda Tower 

Perpaduan Kemewahan dengan Gaya Hidup Berkelanjutan di BaliAyana Residences, residensial pertama di Bali yang terintegrasi...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here