Pertama, kita harus bertanya pada diri sendiri, apakah kita sering menghakimi diri sendiri tentang hasil kerja yang menurut orang lain sudah sangat baik, tetapi tidak menurut kita sendiri? Ketika pikiran demikian muncul, kita perlu menantang pikiran tersebut.
Misalnya, ketika kita berpikir, “jika presentasi ini tidak sempurna, atasan saya akan menganggap saya tidak kompeten”, kita bisa bertanya pada diri sendiri, “apakah benar begitu?” Sering kali, pikiran-pikiran itu dilebih-lebihkan atau didasarkan pada ketakutan yang tidak realistis.
Thomas Curran dalam presentasinya di Ted Talk mengatakan, “Pelajari lebih lanjut tentang penyebab fenomena ini dan bagaimana kita dapat menciptakan budaya yang merayakan kegembiraan dari ketidaksempurnaan.”
Sementara itu, Brene Brown dalam bukunya The Gifts of Imperfection menyebutkan, lepaskanlah apa yang Anda pikirkan tentang siapa Anda seharusnya dan terimalah diri Anda apa adanya.
Perfeksionis kerap menjadi kritikus paling keras untuk dirinya sendiri. Untuk melawannya, kita perlu berlatih menyayangi diri sendiri. Kita perlu yakin, setiap orang membuat kesalahan dan kesalahan tersebut tidak menentukan nilai kita sebagai pribadi.
Orang yang perfeksionis sering lupa menikmati proses. Mereka terlalu berorientasi pada hasil. Padahal, dengan menikmati proses, kita bisa berfokus juga pada usaha dan pembelajaran yang didapat di sepanjang jalan, bukan hanya pada hasil akhirnya.
“Perfeksionisme tidak membuat Anda merasa sempurna. Hal itu membuat Anda merasa tidak mampu. Tidak masalah untuk memperlambat atau tidak menyelesaikan setiap item dalam daftar tugas Anda. Anda masih cukup karena Anda tetaplah Anda.” – Liz Fosslien
EXPERD, HR Consultant/Konsultan SDM
Diterbitkan di Harian Kompas Karier 12 Oktober 2024