Produsen busana pria asal Bandung Cottonology mulai melakukan ekspansi produk di kuartal I 2023 ini. Pasar yang ditargetkan adalah kaum wanita yang memiliki masalah dengan kecantikan khususnya kulit. Adapun produk yang diluncurkan adalah body lotion dan sunscreen yang diperuntukkan bagi mereka yang sering terpapar sinar matahari dan radiasi udara, khususnya bagi kaum wanita karir yang banyak menghabiskan waktu di jalan dan di gedung-gedung perkantoran.
Menurut Carolina Danella Laksono, CEO Cottonology, pertumbuhan positif tahun lalu membuat pihaknya untuk lebih agresif melakukan ekspansi ke segmen yang lebih luas dengan variasi produk baru. Apalagi selama ini konsumen sudah mengasosiasikan brand lokal tersebut dengan busana pria.
“Kami melihat industri kecantikan di Indonesia terus bertumbuh secara signifikan, namun masih banyak kue pasar yang terbuka luas. Brand lokal harus bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri, apalagi secara kualitas produk buatan dalam negeri bukan saja tidak kalah dengan produk impor, bahkan bisa lebih unggul. Ditambah dari sisi harga yang jauh lebih terjangkau karena bahan lokal dan tidak terpengaruh ekonomi global,” ungkapnya saat dihubungi Rabu (1/3).
Cottonology meluncurkan produk kecantikan kulit menjelang peringatan Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day) yang merayakan pencapaian sosial, ekonomi, budaya, dan politik perempuan. Tahun ini, peringatan yang jatuh setiap 8 Maret tersebut mengambil tema Gender equality today for a sustainable tomorrow yang dipilih untuk menjawab tantangan dunia saat ini dan yang akan datang. Para perempuan diharapkan untuk bisa menjawab tantangan dunia.
“Salah satu tantangannya adalah pemberdayaan wanita, di mana banyak wanita yang tidak diberi kesempatan dalam berkarir setara dengan kaum pria. Cottonology sendiri banyak mempekerjakan wanita yang berasal dari lingkungan sekitar pabrik kami beroperasi. Mereka adalah ibu rumah tangga, pedagang kecil, mahasiswi, pembantu rumah tangga dan lainnya. Kami ingin membuka kesempatan seluas mungkin bagi perempuan untuk bisa mendapatkan penghasilan tambahan di luar pekerjaan pokok mereka.”
Lulusan University of California, Berkeley ini menambahkan, proses produksi fesyen dan body care ini dibantu oleh 100 persen tenaga kerja lokal dengan kesetaraan upah antara pekerja laki-laki dengan perempuan. Di samping itu, perusahaan yang dibangun sejak 2017 ini pun juga membuka kesempatan berkarir yang terbuka bagi seluruh pegawainya tanpa memandang gender.
“Kami ingin, dalam skala lokal, Cottonology menjadi brand percontohan bagi UKM-UKM lain dalam menghargai pekerja wanita. Kita memang tidak bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah, namun setidaknya kita bisa mulai dari lingkungan terdekat kita. Cottonology bukan sekedar brand, tapi juga aktivis sosial yang membawa perubahan bagi masyarakat sekitar.”