Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob
Tanpa terasa, kita sudah berada pada penghujung tahun. Selama hampir setahun ini pula kita sudah hidup bersama dengan pandemi. Ada yang sudah bisa beradaptasi dengan keharusan work from home, tetapi melihat keadaan jalanan sepertinya banyak juga yang tetap beraktivitas seperti biasa.
Ada bisnis yang memang tidak bisa dikelola dari kejauhan, seperti industri manufaktur, rumah sakit, hospitality, serta beberapa industri lain yang membutuhkan sentuhan individual secara intensif.
Dalam setahun ini pula, sebagian besar organisasi melakukan keputusan-keputusan jangka pendek sambil melihat perkembangan situasi. Namun, sudah waktunya perusahaan memikirkan apa yang akan dilakukan tahun depan.
Ada beberapa hal yang sudah pasti berubah. Sikap yang kita pelajari dari musim pandemi ini adalah kesadaran terhadap kesehatan. Hampir setiap orang sekarang memiliki kebiasaan menggunakan masker.
Kebiasaan mencuci tangan dan menghindari sentuhan di area publik juga mulai terbentuk. “I love the idea of handwashing becoming a new ritual when you enter an office or a public space,” demikian kata seorang desainer interior.
Di lain pihak, manajemen juga perlu memikirkan kembalinya karyawan ke kantor mengingat keyakinan sebagian besar orang bahwa bekerja di kantor lebih efektif. “We work because we enjoy coming together to create ideas and solve problems,” kata Amanda Stanaway.
Ahli desain ruangan kantor ini mengatakan, ada beberapa kepentingan sosial dari bekerja seperti kerja tim, menumbuhkan ide-ide baru, membuka wawasan, dan memecahkan masalah. Hal inilah yang sering terasa kurang saat work from home.
Sense of connection yang sangat penting dalam kehidupan manusia baru terasa secara optimal pada saat tatap muka. Sebaliknya, masa pandemi ini juga mengajari kita untuk lebih banyak mengatur diri. Self regulation ini berbeda dengan upaya menjaga privasi.
Self regulation lebih mengarah pada tindakan seperti meminimalkan kontak fisik ketika kita bertemu muka, menahan diri untuk menyentuh berbagai tombol akses publik seperti di lift atau area lain yang memiliki kemungkinan penularan yang lebih tinggi.
Pada saat manajemen memutuskan para karyawan untuk berkantor kembali, persyaratan kesehatan ini pun menjadi penting. Perlu ada perencanaan yang matang bagi tempat kerja yang menjamin kesehatan ini dalam menjaga situasi yang tetap contactless.
Memilih pendekatan yang cocok
Kalau kita lihat, kluster perkantoran dengan penularan tertinggi adalah kantor pemerintahan. Kemungkinan besar hal ini disebabkan kebanyakan kantor pemerintahan tidak mengganti pola kerjanya sama sekali.
Kebutuhan setiap organisasi untuk hadir di kantor tentunya berbeda-beda. Karenanya bagi perusahaan yang selama ini sudah menerapkan jam kerja fleksibel dan work from home sekalipun, tetap perlu dipertimbangkan beragam alternatif dalam menyusun kebijakan kembali ke kantor.
Ada tiga pilihan variasi untuk kembali ke kantor yaitu sebagai berikut.
1. “The In-office return”
Industri manufaktur, farmasi, rumah sakit, dan lainnya yang harus melakukan servis secara tatap muka, mau tidak mau harus beroperasi dengan tenaga kerja penuh. Di sini perubahan yang signifikan untuk memenuhi syarat kesehatan harus dilakukan. Kepadatan karyawan dalam ruangan ber-AC perlu ditinjau kembali. Bagaimana perputaran udara dengan ventilasi dan penggunaan pembatas agar setiap karyawan terhindar dari kontak langsung.
Manajemen yang memilih untuk in-office return perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Apakah ruangan kantor memadai bagi seluruh karyawan untuk bekerja sambil tetap jaga jarak? Apakah sudah memikirkan budget untuk menerapkan seluruh protokol kesehatan termasuk bila perlu memperluas ruangan kantor? Sudah adakah kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan protokol kesehatan?
2. Kantor yang fleksibel atau hibrid
Saat ini, memang banyak perusahaan yang sudah mendapatkan kiatnya untuk mengelola bekerja dari rumah. Meski demikian, ada beberapa hal yang tetap perlu dilakukan secara tatap muka. Perusahaan seperti ini memberlakukan kebijakan fleksibel untuk kembali ke kantor. Bagian yang memerlukan koordinasi tatap muka kembali masuk kantor, sementara yang bisa bekerja jarak jauh melanjutkan work from home-nya.
Keuntungan penerapan ini adalah pada penghematan luasan kantor karena ruangan yang ada tetap dapat mengakomodasi kebijakan jaga jarak dengan jumlah karyawan yang hadir.
Di sini manajemen tinggal mensosialisasikan perangkat-perangkat digitalisasi dalam bekerja seperti untuk laporan kemajuan proyek, sharing dokumen, dan mempersiapkan perangkat kerja lain bagi pekerja dari rumah.
Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab: apakah siap memperkuat budaya perusahaan dengan model pengaturan masuk seperti ini? Bagaimana menjaga kinerja tetap produktif? Bagaimana mengalibrasi pengukuran kinerja antara yang bekerja di rumah dan kantor?
3. 100 persen work from home
Beberapa kantor seperti Twitter sudah memutuskan untuk work from home sampai 2–3 tahun mendatang. Perusahaan-perusahaan digital adalah pelopor dari rombongan tidak kembali ke kantor. Tentunya banyak aspek sosial yang didapat orang berkantor yang hilang dan perlu dipikirkan baik-baik bagaimana menggantikannya.
Demikian juga dalam memantau produktivitas secara ketat dan mendeteksi penurunan kinerja dengan cepat.
Beberapa hal yang perlu kita jawab antara lain apakah sudah memiliki teknologi untuk melakukan koordinasi dengan gaya bekerja seperti ini? Bagaimana mempertahankan fisik kantor kita? Bagaimana menjaga rasa connected dari para karyawan yang tersebar ini? Departemen apa yang membutuhkan paling banyak dukungan dan bantuan untuk menyukseskan pilihan ini?
Apa pun pilihannya, all growth depends upon activities. There is no development physically or intellectually without effort, and effort means work.
EXPERD | HR Consultant/Konsultan SDM
Diterbitkan di Harian Kompas Karier 26 Desember 2020