Ketiga, keragaman ide. Konsumsi, kompetisi, dan value chains terus berubah. Ungkapan Bill Gates “innovate or die” bukan lelucon. Disrupsi bisa terjadi seketika, perubahan bisa terjadi dalam semalam.
Sementara itu, survei pada 2014 terhadap 1.500 eksekutif menemukan bahwa 75 persen dari mereka menganggap inovasi termasuk prioritas mereka, tetapi ketika ditanya seberapa besar kapabilitas mereka dalam berinovasi, jawabannya adalah sekitar 17 persen.
Dengan situasi kala ide baru demikian penting, diversity thinking menjadi suatu kebutuhan pokok. Seorang pemimpin akan lebih jitu dalam pengambilan keputusan bila ia didukung orang-orang dengan pendapat yang beragam.
Keempat, keragaman talenta. Pergeseran populasi sarjana, professional, bahkan pemimpin pasti akan berdampak pada cara kita memimpinnya. Pada 2050, milenial sekarang pun sudah ada yang menjadi manula. Ekspektansi dan sikap kerja pasti sudah berubah. Inilah saatnya, seorang pemimpin diuji kemampuannya untuk mengelola kumpulan talenta yang beragam.
Kapabilitas pemimpin baru
Elemen kepemimpinan inklusif memang tidak jauh dari gabungan antara transformational, servant, dan authentic leadership. Namun, kesadaran akan beberapa elemen penting akan membantu para pemimpin masa depan untuk menjalankan fungsinya dengan lebih baik.
Pertama, prinsip adil dan personal. Seorang pemimpin perlu benar-benar menghargai aneka ragam keunikan pribadi setiap anggota timnya, serta memberikan perhatian yang adil dan merata kepada keunikan setiap individu, bukan karakter stereotipnya. Ia perlu mengundang mereka untuk menjadi anggota tim yang sama kedudukannya.
Kedua, semangat menebarkan keyakinan bahwa keragaman memang harus dihargai karena keberbedaan ide pasti membuahkan kreativitas yang lebih tajam.
Untuk bisa menguatkan fokus pada keberbedaan individual ini, seorang pemimpin perlu menguatkan beberapa karakter lagi.
Pertama, komitmen: diversity dan inclusion ini harus diperlakukan sebagai prioritas bisnis, bukan sekedar nilai tambah.
Kedua, keberanian: pemimpin inklusif perlu menjadi dirinya, mengakui kelemahannya, dan menyadari kekuatannya tanpa memamerkannya di hadapan anggota tim. Ia harus membuka pikirannya untuk memahami pandangan orang.
Michael Dell, CEO Dell inc, mengatakan, “Inclusive leaders accept their limitations and hunger for the views of others to complete the picture”. Di lain pihak ia harus berani menantang ketidakberesan dan meningkatkan standar operasi secara berkesinambungan.