Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob
Dari awal menjabat sampai sekarang, ciri khas Pak Jokowi yang tidak bisa dimungkiri adalah kerendahan hatinya. Rasanya tidak banyak pemimpin yang memiliki ciri setingkat itu.
Malahan banyak yang mempertanyakan, apakah kerendahan hati ini benar-benar efektif bagi kepemimpinan. Apalagi kalau banyak yang mengonotasikan sikap rendah hati dengan mengalah, pemalu, bahkan menjurus pada kelemahan.
Di lain pihak, kita banyak melihat tokoh pemimpin yang menarik perhatian dunia, seperti Steve Jobs dan Elon Musk yang jauh dari ciri rendah hati. Mereka dikenal sebagai pemimpin yang karismatik dan berani mengungkapkan pemikirannya meskipun mengundang kontroversi sekalipun. Konsep kerendahan hati kelihatannya tidak bercokol sedikit pun dalam kepribadian mereka.
Jadi, apakah benar kerendahan hati diperlukan seorang pemimpin?
Seorang teman yang mendapat ucapan selamat saat diangkat menjadi CEO mengatakan, “Saya hanya ingin melihat tim-tim saya sukses.” Komentar yang jarang kita dengar dari tokoh-tokoh high profile di atas.
Kita memang sering melihat bahwa pemimpin yang rendah hati akan mendengar lebih efektif dan berfokus mengembangkan individu yang dipimpinnya mencapai kesuksesan, dibanding dengan pemimpin yang mempunyai skor rendah dalam kerendahan hati.
Mereka yang memiliki skor rendah biasanya lebih banyak berfokus pada dirinya sendiri untuk tampil lebih menonjol. Survei lain mengatakan bahwa pemimpin yang rendah hati lebih berfokus meningkatkan kolaborasi, kooperasi, dan fleksibilitas dalam mengembangkan strateginya.
Jim Collins dalam bukunya Good to Great, menggambarkan humility sebagai salah satu kunci kepemimpinan. Ia menyebutkan, humble leaders understand that they are not the smartest person in every room. Nor do they need to be. Biasanya, pemimpin seperti ini mendorong bawahannya untuk speak up.
Mereka pun sangat menghargai perbedaan pendapat, tidak peduli apakah pendapat itu datang dari seorang eksekutif puncak ataupun dari anggota dalam struktur organisasi yang paling bawah sekalipun. Ia menciptakan kultur “getting the best from every team and every individual”.
Singkat kata, para pemimpin rendah hati ini berusaha untuk mendapatkan hasil sebanyak-banyaknya dari bawahan, bukan dari diri mereka sendiri. Kalau terjadi kesalahan mereka yang bertanggung jawab, tetapi kredit keberhasilan akan diarahkan kepada para bawahannya.