Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob
Ketika Anda mendorong bawahan untuk melakukan brainstorming ide-ide kreatif, sebagian besar diam membisu. Mengapa? Padahal, sebagai pemimpin, Anda merasa sudah melakukan banyak hal untuk memotivasi dan memberdayakan mereka, tetapi ternyata tak mendapatkan hasil seperti yang Anda harapkan.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kesuksesan seorang pemimpin tergantung dari kemampuannya untuk melihat dirinya secara jelas. Mereka yang memiliki kesadaran diri yang tinggi, cenderung lebih percaya diri dan kreatif.
Mereka dapat membangun hubungan yang lebih kuat dan berkomunikasi dengan lebih efektif. Tim kerjanya pun menunjukkan tingkat kepuasan dan kesuksesan yang lebih tinggi
Sesungguhnya, efektivitas pemimpin memang selalu terukur dari kesuksesan anak buah. Keahlian atasan dalam melakukan coaching terbukti ketika anak buah yang paling sulit pun dapat berkembang menjadi lebih baik.
Dalam situasi kerja hibrida ini, self awareness menjadi semakin penting. Dengan kontak yang semakin terbatas, kesadaran diri perlu semakin diperkuat. Jangan sampai pemimpin terlambat menyadari jarak yang memisahkan antara dirinya dengan anak buah sudah sedemikian jauh sehingga sulit untuk disatukan kembali.
Bukan sekadar introspeksi diri
Banyak individu yang merasa dirinya sudah cukup self aware. Ia sadar bahwa bicaranya sering kali terlalu kasar. Namun, apakah kesadaran semacam ini sudah cukup bagi pengembangan dirinya ke depan? Apakah kesadaran ini dapat mendorong perubahan perilakunya?
Kalau kita lihat, ada dua sisi kesadaran diri yang harus digarap oleh setiap individu. Pertama, kesadaran diri internal, bagaimana kita melihat nilai-nilai diri kita sendiri, passion kita, aspirasi, reaksi-reaksi, hingga kecocokan kita dengan orang lain dan lingkungan di sekitar kita.
Kedua, kesadaran diri eksternal, yang menjelaskan bagaimana orang lain melihat diri kita. Contoh, individu yang berbicara kasar. Tidak cukup ia tahu bahwa ia berbicara kasar, tetapi bagaimana kekasarannya itu telah menyebabkan orang lain merasa terpukul dan tidak nyaman sehingga menjaga jarak dengannya.
Adakalanya sekadar kesadaran diri internal malah membuat kita mencari alasan pembenaran tindakan tersebut. “Saya bicara kasar untuk menyadarkan mereka agar mereka benar-benar terbuka pandangannya dan berubah.”
Kesadaran bahwa ternyata caranya itu tidak efektif, alih-alih membuat orang lain sadar, ternyata ia malah membuat orang lain menjauhinya. Ia tidak mengubah cara atau mencari perilaku lain yang lebih efektif untuk mencapai tujuannya.