Keterampilan Memimpin adalah Keterampilan Nonteknis

Tom Peters berkata, “Hard is soft and soft is hard.” Bila garisan dalam keterampilan teknis sangat jelas antara apa yang sudah benar dan apa yang salah, belajar mengenai keterampilan nonteknis membutuhkan keterampilan memainkan rasa dan mengukur beragam respons dari lingkungan.

Bagaimana kita bisa mengatakan kepemimpinannya sudah kuat tanpa anak buah yang memang bersedia untuk berkontribusi extra miles dengan gembira? Mengembangkan keterampilan nonteknis ibarat olahraga tim. Tanpa orang lain, kita sulit memantau kemajuan. Orang lainlah cermin refleksi kita untuk melakukan evaluasi.

Belajar mengembangkan keterampilan nonteknis

Kita bisa mendefinisikan keterampilan nonteknis sebagai keterampilan yang berkaitan dengan kepribadian, karakter, dan kebiasaan yang memudahkan seorang individu beradaptasi dengan baik dalam kehidupan maupun dengan tempat kerjanya. Keterampilan ini oleh sebagian pendidik dianggap akan dikuasai seiring dengan berjalannya waktu. Benarkah itu?

Kita tahu salah satu metode belajar dari pengalaman adalah melalui trial and error. Namun, manusia bukanlah benda mati yang konstan dan dapat di-reset kondisinya dari nol kembali.

Kita memang bisa belajar dari kesalahan, tetapi dengan emosi dan persepsi yang dimiliki oleh manusia, kesalahan fatal dalam interaksi dapat memberikan efek jangka panjang yang sulit untuk dibenahi kembali. Apa yang berhasil kita lakukan dengan manusia yang satu belum tentu berhasil pada manusia yang lain.

Salah satu komponen penting dari belajar mengembangkan keterampilan nonteknis adalah kemampuan mendengar. Manusia mempunyai ego yang mengatur keseimbangan antara keinginan menuruti nafsu dan tuntutan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Bila nafsu untuk menguasai lingkungan dan mendominasi lebih besar sehingga ego kesulitan mengontrolnya, kita cenderung memilih untuk berbicara terus dan merasionalisasi bahwa apa yang kita katakan ini sungguh penting bagi yang lain.

Padahal, sudah jelas, bila kita terus yang menguasai pembicaraan, kita kehilangan kesempatan mencerap dan memahami apa yang diungkapkan oleh orang lain. Akibatnya, kita pun kehilangan kesempatan untuk belajar dari orang lain.

Demikian halnya dengan observasi. Bila fokus kita lebih banyak diarahkan pada diri sendiri, menganggap diri yang paling benar, kita pun akan kesulitan memperhatikan aksi reaksi orang lain dalam interaksi sehari-hari dengan mereka.

Kemampuan melakukan observasi dan mendengar inilah yang dapat membuat kita lebih adaptif dengan mengatur reaksi kita agar lebih sesuai, dan dapat membangun hubungan yang harmonis untuk dapat bekerja sama dengan orang lain. Kita ingat dalam menghadapi lingkungan yang terus berubah dan semakin kompleks ini, kolaboratif menjadi salah satu kunci keberhasilan.

Umana Bali, LXR Rayakan Ulang Tahun Pertama dengan Perayaan Spesial Selama 3 Hari

Umana Bali, properti dari LXR Hotels & Resorts, baru saja merayakan ulang tahun pertamanya...

89% Generasi Milenial dan Gen Z Optimis pada Masa Depan

Meskipun Keduanya Mengkhawatirkan Pekerjaan, Pendidikan, dan KesehatanDi Indonesia, ketika berbicara terkait masa depan Generasi...

Kenalkan AI dalam Strategi Digital Marketing, MAXY Academy Gelar Webinar SEO dengan AI Gratis

Surabaya, 18 November 2024 – "SEO bukan hanya soal kata kunci, tetapi bagaimana kita...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here