Ini bukan saja terjadi pada para pemimpin bisnis, terlebih lagi justru di area politik, pemerintahan, bahkan LSM yang mengatasnamakan kepentingan warga yang diwakilinya.
Memahami konflik kepentingan
Setiap saat seseorang melakukan tindakan yang memberi manfaat bagi dirinya atas nama jabatan yang dimilikinya, berarti ia telah masuk pada konflik kepentingan. Beragam bentuknya. Mulai dari menggunakan fasilitas kantor untuk urusan pribadi, sampai menerima hadiah atau pemberian dari pihak lain atas keputusan organisasi yang dilakukannya.
Memiliki bisnis sampingan selain dari pekerjaan utama di organisasi pun sebenarnya berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, sehingga banyak organisasi melarang karyawannya untuk memiliki bisnis sampingan; atau paling tidak melaporkannya agar diketahui oleh organisasi.
Bentuk konflik kepentingan yang bersifat finansial berarti mendapatkan manfaat finansial dari pihak lain. Namun, konflik kepentingan juga bisa yang bersifat konfidensial seperti menggunakan data–data kelembagaan untuk kepentingan pribadi. Misalnya, dengan memberikan kepada anggota keluarga atau teman yang dapat memanfaatkannya.
Konflik kepentingan juga bisa bersifat relasional ketika mengambil keputusan untuk kepentingan hubungan pribadinya, apakah anggota keluarga, teman baik, ataupun teman yang mempunyai hubungan khusus.
Banyak perusahaan membuat aturan yang melarang karyawan memiliki hubungan bekerja dalam satu perusahaan adalah untuk menghindari konflik kepentingan ini. Bahkan ada juga yang melarang berkencan dengan rekan kerja karena dikhawatirkan berpotensi menimbulkan konflik.
Tentunya bergerak dan beroperasi dengan bayang-bayang konflik kepentingan ini tidaklah elok. Karyawan atau masyarakat akan meragukan kredibilitas seorang pemimpin yang disinyalir memiliki konflik kepentingan.
Setiap langkahnya dicurigai memiliki agenda pribadi tertentu. Individu pun akan sulit bergerak bila ia memiliki potensi konflik kepentingan ini, entah karena kecurigaan dari stakeholders lain, ataupun memang beban harapan yang ditanggungnya dari lingkungan yang mengharapkan keuntungan posisinya.
Dalam situasi tatkala konflik kepentingan ini terasa oleh para karyawan, biasanya suasana kantor tidak lagi bersih dan govern. Gosip-gosip bertebaran, karyawan pun alih–alih memfokuskan energi mereka bekerja demi kemajuan organisasi akan sibuk mencari muka kepada pihak-pihak tertentu demi keuntungan pribadinya. Situasi ini bisa mengikis rasa percaya, dan merusak reputasi secara perlahan-lahan.