Manajemen Ego

Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob

Sebagai seorang pemimpin, seberapa sering Anda menerima masukan ataupun komentar negatif terkait dengan kepemimpinan? Bila jawabannya adalah jarang atau bahkan tidak pernah, ada baiknya bertanya pada diri sendiri mengapa hal ini sampai terjadi.

Dengan menyadari bahwa kesempurnaan ini hanya milik Tuhan, artinya selama masih hidup, seharusnya kita memiliki hal-hal yang perlu diperbaiki. Namun, bilamana sebagai pemimpin kita hanya dikelilingi oleh mereka yang memberikan pujian tanpa ada yang mengkritik, saatnya bertanya pada diri sendiri apakah kita memiliki “perisai” yang memagari sehingga tiada kritikan yang dapat menembusnya

Seorang pemimpin yang sukses biasanya memiliki kepercayaan diri yang kuat, ketegasan, ketahanan, serta daya lenting yang sangat besar. Ini dapat membuat mereka mampu menghadapi beragam tantangan dan memengaruhi orang lain untuk percaya pada visi yang mereka gambarkan dan mengikuti mereka.

Karakter-karakter positif tersebut sering kali kita sebut sebagai ego yang kuat. Banyak pemimpin yang berhasil memiliki ego kuat ini. Namun, ego ini juga memiliki sisi gelap. Ia dapat menjadikan seseorang merasa diri yang paling benar, paling tahu, paling berpengalaman, hingga terjebak pada keadaan tidak mau kalah dan sibuk mempertahankan dirinya ketika merasa mendapat serangan.

Ia bahkan bisa merasa terganggu ketika orang lain mendapatkan spotlight meskipun itu adalah anak buah yang dibimbingnya sendiri. Dalam diskusinya dengan Larry King, David Cornwell kuasa hukum Tiger Woods sang pegolf kondang, mengatakan, “It’s okay if other people think you’re God, but you’re in trouble if you start believing it.”

Mengenal ego

Istilah ego sering mengacu pada sense of self seseorang. Ini mencakup pikiran dan perasaan mereka, termasuk harga diri dan rasa pentingnya diri. Kita semua pastinya memiliki ego, tetapi ada yang dapat meraba-rasakan egonya dengan kuat, ada juga yang mengenal egonya secara samar-samar.

Banyak juga yang karena berkutat dengan kesibukannya sehari-hari tidak menyadari bahwa egonya ini tidak lagi berada dalam genggamannya. Mereka tidak menyadari bagaimana reaksi mereka terhadap situasi tertentu. Mereka tidak sadar adanya orang yang terganggu dengan pola bicara dan tingkah lakunya.

Ego yang sehat juga akan menyehatkan mental kita. Ia akan membuat kita percaya diri, berani melawan ketakutan dan kekhawatiran kita. Sebaliknya ego yang melembung, selain menjadikan kita individu yang arogan, memaksakan kehendak, membuat kita tidak obyektif dalam mengambil keputusan.

Pemimpin dengan ego “oversized” seperti ini, biasanya tanpa disadari dapat melecehkan anggota timnya dan sulit mengembangkan mereka secara optimal. Ia harus selalu menjadi pusat perhatian, merasa anak buah tidak bisa apa-apa tanpa dirinya.

Dengan rajin memeriksa ego, menata, memperbaiki posisi, kita mengembangkan kemampuan mengambil tanggung jawab terhadap diri, tingkah laku, dan tindakan. Ini sangat penting bagi organisasi, apalagi sebuah negara. Bayangkan organisasi dipimpin oleh individu yang tidak bisa meraba egonya, bagaimana mungkin ia bisa mengontrolnya.

BRI Ventures Semarakkan HUT ke-129 BRI melalui Penanaman Mangrove

BRI Ventures merayakan ulang tahun BRI ke-129 dengan penanaman 500 pohon mangrove di Pulau...

Elwyn.ai oleh Primeskills Raih Penghargaan di APICTA Awards 2024

Inovasi Indonesia Bersinar di BruneiElwyn.ai, platform pembelajaran berbasis AI yang dikembangkan oleh perusahaan edtech...

Kebijakan The Fed Sukses Melawan Inflasi, Pemangkasan Suku Bunga Jadi Opsi

Seperti yang kita ketahui, Komite Pasar Terbuka Federal, atau FOMC, telah mengadakan rapat pada...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here