Hubungan antarpemimpin yang melakukan manajemen mikro pun sangat unik. Pemimpin kerap berada di tengah-tengah proses kerja, tetapi tidak membentuk pendewasaan bawahan. Ketika bawahan merasa terus-menerus diawasi, mereka merasa dianggap kurang kompeten dan kehilangan motivasi dan kepercayaan diri.
Sebuah studi menunjukkan, manajemen mikro adalah salah satu alasan utama karyawan memilih untuk meninggalkan perusahaan. Kehilangan talenta ini tidak hanya mengganggu operasional perusahaan, tetapi juga mahal karena proses rekrutmen dan pelatihan karyawan baru membutuhkan waktu dan biaya besar.
Steve Jobs pernah mengatakan, “Tidak masuk akal untuk mempekerjakan orang pintar dan memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan; kami mempekerjakan orang pintar sehingga mereka dapat memberi tahu kami apa yang harus dilakukan.”
Namun, hal ini menjadi terabaikan ketika manajemen mikro terjadi. Akibatnya, karyawan merasa bahwa ide-ide mereka tidak dihargai sehingga mereka berhenti beride dan berinovasi.
Mengubah gaya kepemimpinan
Apakah pemimpin yang melakukan manajemen mikro bisa berubah? Carey Nieuwhof menyebutkan bahwa langkah pertama adalah mengakui adanya masalah. Ini tidak mudah terjadi, apalagi banyak pemimpin yang tidak punya cukup kesadaran bahwa gaya kepemimpinannya akan membawa masalah dalam jangka panjang.
Membangun kesadaran ini dapat dilakukan lewat berbagai cara, misalnya dengan umpan balik 360 derajat untuk mendapatkan pendapat dari berbagai pihak. Mengingat kebiasaan ini juga berakar dari kepribadian, maka memahami profil kepribadian juga dapat menjadi sumber data untuk pengembangan diri.
Dalam Hogan Development Survey, para pemimpin dapat memperoleh gambaran tentang perilaku yang perlu dikelola agar tidak menghambat relasi dan kepemimpinannya. Salah satunya, kecenderungan melakukan manajemen mikro.
Langkah selanjutnya, melakukan modifikasi perilaku. Pola perilaku yang sudah berakar kuat, ditambah dengan tekanan dan persaingan di lingkungan kerja, sering membuat pemimpin merasa kontrol ketat adalah cara untuk memastikan hasil terbaik.
Perilaku ini membuat anggota tim merasa tidak dipercaya, padahal rasa percaya adalah fondasi dari hubungan yang sehat antara pemimpin dan tim.