Koordinator Kelompok Substansi Analisis dan Pemeriksaan Sektor Korupsi Proaktif Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Beren Rukur Ginting, mengatakan pemanfaatan big data bagi PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan, tidak dapat terelakkan.
Namun dalam pemanfaatannya akan maksimal jika didukung kesiapan lembaga yang lebih baik, serta sumber daya manusia dan infrastruktur yang mumpuni.
“Dalam kesehariannya, PPATK memang selalu behadapan dengan data dalam melakukan fungsi analisisnya. Mulai dari proses penyusunan hasil analisis hingga diseminasi hasil,” ungkapnya.
Sepanjang tahun 2021, PPATK telah menerima 79.543 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM), 2.766.324 laporan transaksi keuangan tunai (LTKT), 47.587 laporan transaksi pengadaan barang dan.atau jasa (LT PBJ), 27.538 laporan pembawaan uang tunai (LPUT), dan 21.705.633 laporan transaksi ke dalam dan ke luar negeri (LTKL).
“Laporan transaksi tersebut, merupakan hasil penyatuan puzzle data yang bersumber dari berbagai pihak, tidak hanya sekadar data transaksi namun juga bank data mengenai profesi, administrasi umum, penyedia barang dan jasa, dan bank data lainnya yang relevan dan dapat membangun sebuah informasi,” lanjut Beren.
Ia menambahkan bahwa dalam merangkai data untuk membangun sebuah LTKM, dibutuhkan informasi – informasi pendukung yang dapat memunculkan keterkaitan satu sama lain.
“Untuk merangkai puzzle data yang terpecah itu, harus didukung dengan informasi yang dapat menjadi penghubung. Ini disebut tahap processing data. Sedangkan PPATK berfokus pada tahap analisis data. Processing data yang baik akan mempengaruhi kecepatan dan kualitas analisis data,” pungkasnya.