Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Bila kita melihat tembok yang kokoh, terbayang bahwa dia terdiri atas susunan batu bata. Namun sebenarnya, batu bata yang terbaik pun tidak akan bisa membentuk dinding yang kokoh tanpa semen yang merekatkannya. Kualitas dari adukan semen ini sangat penting bagi kekuatan tembok.
Thomas Malone, profesor di MIT, melakukan penelitian mengenai kecerdasan kolektif, untuk melihat faktor yang paling signifikan berpengaruh pada kelompok yang sukses dalam melakukan pemecahan masalah.
Dalam penelitian itu, mereka menemukan, ternyata IQ bukanlah pembeda utama kesuksesan kelompok dalam berinovasi ataupun memecahkan masalah. Beberapa karakteristik yang konsisten pada kelompok–kelompok yang sukses dalam berinovasi ternyata dapat digolongkan dalam 3 hal.
Pertama, setiap orang dalam kelompok memiliki waktu berbicara yang kurang lebih sama. Hal ini bukan berarti waktu pembicaran dialokasikan dengan sengaja, tapi mengacu pada tidak adanya individu yang mendominasi pembicaraan karena merasa dirinya yang paling superior. Juga tidak ada individu yang menjadi pendengar pasif saja karena merasa inferior. Semua orang berkontribusi dan semua pendapat dihargai.
Kedua, individu–individu dalam kelompok tersebut ternyata memiliki kepekaan yang lebih tinggi untuk merabarasakan suasana hati rekan kerjanya. Mereka lebih peka dalam mengenali kebutuhan rekan kerjanya dan memiliki skor yang cukup tinggi dalam skala empati pada tes yang diberikan.
Ketiga, ternyata kelompok yang sukses selalu memiliki lebih banyak perempuan sebagai anggotanya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka lebih terdiversifikasi dan juga kemungkinan berkontribusi terhadap nilai tes empati yang lebih tinggi.
Melalui penelitian ini kita melihat “semen perekat” yang mendukung kekuatan kelompok adalah rasa saling percaya dan kepedulian satu sama lain, yang membentuk ikatan sosial yang kuat di antara anggota kelompok. Kita menyadari bahwa solusi bisa datang dari rekan kerja kita, sehingga semua pendapat patut didengar.
Ikatan sosial yang kuat ini tidak berarti bahwa proses diskusi akan berjalan mulus tanpa konflik. Konflik tetap mungkin terjadi. Namun, dengan ikatan sosial yang kuat ini, tidak ada agenda pribadi yang disembunyikan oleh para individu. Setiap orang berfokus pada penyelesaian masalah, bukan sibuk menunjuk siapa penyebab masalah.
Konflik yang terjadi adalah konflik kreatif yang berfokus pada solusi. Kesulitan yang dihadapi salah satu pihak dianggap sebagai masalah bersama sehingga setiap orang berusaha berkontribusi dengan kekuatannya masing-masing.
Kelompok yang memiliki ikatan sosial yang kuat seperti ini dapat disebut memiliki modal sosial (social capital) yang mumpuni untuk menghasilkan sense of belonging dan rasa aman dalam kelompok.
Dengan modal sosial kuat, orang dengan mudah minta pertolongan. Saling menolong sering terlihat sepele dan tidak penting dalam bisnis. Padahal tim yang peduli dan memiliki kebiasan saling tolong, tidak membiarkan temannya mengalami masalah atau terpojok sendiri.