Membangun modal sosial
Banyak sekali organisasi yang menyadari pentingnya memiliki modal sosial yang besar dengan membangun ikatan emosi yang kuat di dalam budaya organisasinya. Namun, mereka kesulitan membangun suasana keakraban itu secara masif.
Kenyataannya, membangun ikatan sosial ini memang hanya bisa dilakukan sedikit demi sedikit dan merupakan akumulasi dari banyak hal kecil yang bermakna dan membawa ketulusan.
Beberapa organisasi melarang membawa makanan ke meja kerja. Mereka menyediakan tempat duduk bersama di ruang makan dengan mesin kopi agar individu terdorong untuk berinteraksi santai di sana dan membangun hubungan interpersonal.
Orang Swedia memiliki istilah khusus untuk waktu bersama di tempat kerja sebagai fika. Ini saat semua orang berkumpul untuk minum kopi dan menyantap kue sambil mengobrol mengenai pekerjaan ataupun hal-hal lain. Fika memiliki arti lebih dari sekadar rehat kopi karena menumbuhkan rasa kebersamaan. Terry Hartig, seorang peneliti Swedia, menyebut hal ini sebagai restorasi kolektif.
Para ahli menemukan bahwa pola komunikasi jauh lebih penting daripada kekuatan inteligensi, keterampilan, dan konten diskusi. Pembicaraan santai di tempat makan, atau teguran di koridor sangat berpengaruh pada produktivitas.
Membangun ikatan sosial memang membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Seorang peneliti bernama Uri Alon menceritakan pengalamannya bagaimana menjaga motivasi tim penelitinya. Ia meluangkan waktu setengah jam sebelum rapat setiap harinya untuk mengobrol mengenai beragam hal di luar pekerjaan dengan rekan-rekan kerjanya.
Hal itu mungkin terlihat membuang waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk melakukan penelitian. Namun, dalam jangka panjang motivasi yang dihasilkan dari hubungan interpersonal itu justru memberikan hasil yang positif pada kesuksesan penelitiannya.
Mengajarkan empati
Kita paham bahwa modal sosial tidak lepas dari empati, bagaimana kita memahami dunia dari perspektif orang lain. Pertanyaannya bagaimana kita dapat mengembangkan kemampuan empati itu.
Alon menceritakan bagaimana ia memberikan peran yang berbeda pada para peneliti dalam sesi brainstorming. Ada juga pimpinan organisasi yang menugaskan setiap divisi untuk membuat video tentang divisi lain. Sementara di tempat lain, ada yang meminta manajer divisi untuk melakukan presentasi pengajuan budget divisi lain.
Dengan cara ini sang manajer harus mempelajari seluk-beluk kebutuhan divisi lain secara mandalam agar ia dapat melakukan presentasi dengan baik. “Getting each executive to see the company through the eyes of others and to appreciate the vital connections and dependencies between one another.”