Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob
Hampir setiap organisasi besar memiliki nilai-nilai organisasi yang dimaksudkan untuk menjadi pedoman perilaku setiap insan dalam organisasi. Nilai-nilai, seperti integritas, respek, harmoni, kesempurnaan, profesionalisme, peduli, dan kepercayaan mengandung semangat luhur mengenai hal-hal yang dipercaya dan dijunjung tinggi oleh organisasi.
Namun, sejauh mana sesungguhnya beragam nilai luhur ini benar-benar tecermin dalam perilaku setiap insan organisasi ataukah ia hanya menjadi hiasan manis di company profile saja? Jangan-jangan bahkan tidak ada karyawan yang dapat dengan spontan menyebutkan nilai-nilai organisasi mereka, apalagi mempraktikkannya.
Jangan sampai kita merasa nilai organisasi ini sekadar nice to have karena banyak organisasi besar memilikinya, tanpa menyadari fungsinya, sampai-sampai membuat karyawan maupun pelanggan pun meragukannya.
Organisasi sebesar Enron yang pernah menjadi produsen gas alam terbesar di Amerika Utara pada 1990-an memiliki nilai-nilai, seperti communication, respect, integrity, danĀ excellence.
Namun, ternyata salah satu skandal keuangan terbesar dilakukan organisasi ini yang membawanya pada kehancuran. Ini adalah suatu contoh ketika nilai organisasi hanya merupakan lip service yang tidak dihayati apalagi diimplementasikan dalam perilaku sehari-hari, khususnya oleh pimpinan puncak.
Meski demikian, tetap saja banyak organisasi yang merasa bahwa memiliki core values itu sesuatu yang sangat penting. Pada 1994, Jim Collins dan Jerry Poras menerbitkan buku Built to Last yang menggambarkan bagaimana perusahaan-perusahaan yang langgeng ternyata berkat menerapkan core values mereka secara konsisten.
Semenjak itu, banyak perusahaan yang berusaha menggali dan menyusun core values sebagai pedoman panduan perilaku di organisasinya.Ā
Core values yang tepat untuk sebuah korporasi adalah ketika ia dijadikan patokan untuk bertindak, motivasi untuk maju, dan menjadi panduan mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Pembentukan nilai korporasi
Banyak organisasi yang mendelegasikan penyusunan nilai korporasi kepada orang lain atau para praktisi SDM mereka. Para pejabat pengembangan SDM ini ada yang mendelegasikan ke konsultan ataupun langsung membuat survei yang disebar kepada karyawan, dengan harapan dapat menemukan konsensus atas nilai-nilai yang diutamakan para karyawan.
Mencari nilai korporasi memang tidak gampang. Sebagai individu, kita pun terkadang tidak bisa dengan cepat mengenali nilai apa yang kita pentingkan dalam hidup kita, nilai apa yang membentuk hidup kita. Proses menemukan nilai yang pas bagi korporasi tentunya lebih sulit lagi.