Trust bersifat natural
Ada dua bagian otak yang bekerja sama untuk membangun rasa percaya dengan pihak lain. Pertama, bagian yang memungkinkan kita memahami pikiran orang lain. Dengan demikian, kita dapat memperkirakan tindakan orang lain ketika akan berkoordinasi dengan mereka. Kedua, bagian yang memungkinkan kita untuk merasakan emosi orang lain, artinya kita dapat berempati dengan mereka.
Riset menunjukkan bahwa empati semakin menguat ketika otak mengeluarkan oksitosin yang dapat menurunkan kecemasan kita dan memotivasi kita untuk berhubungan dan membantu orang lain.
Artinya, ketika kita berinteraksi dengan orang baru, otak masing-masing pihak akan membentuk suatu skema tentang apa yang akan dilakukan oleh pihak lain dan mengapa. Di sinilah “permainan trust” itu terjadi. Apakah dia dapat kupercaya, apakah ia mempercayai saya?
Dopamin yang dihasilkan oksitosin akan membuat individu merasa senang dan nyaman sehingga di sinilah rasa saling percaya terbentuk. Ketika kita dapat lebih mengerti dan menikmati hubungan dengan orang lain.
Berbagai penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa oksitosin ini bersifat menular timbal balik. Jadi, ketika kita merasa tidak dipercaya, tanyakan pada diri sendiri, apakah kita juga memercayai pihak lain.
Ketika kita ingin situasi berubah, hubungan berubah, mulailah dari diri kita sendiri. Pemimpin yang membuka diri untuk lebih mempercayai anak buahnya akan mendapatkan hal yang sama dari anak buahnya.
Mengingat itu adalah hal yang biologis, kita tidak dapat memanipulasi rasa percaya itu. Rancangan kata-kata yang memotivasi rasa percaya padahal sebenarnya tidak, tidak akan memicu oksitosin untuk bekerja. Jadi, ketulusan memang penting dan menjadi landasan dari hubungan saling memercayai ini.
“Cara terbaik untuk mengetahui bahwa Anda bisa mempercayai seseorang adalah mempercayainya“ – Ernest Hemingway.
EXPERD, HR Consultant/Konsultan SDM
Diterbitkan di Harian Kompas Karier 7 Oktober 2023