Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Kita melihat semakin banyak orang muda yang mengalami penyakit stroke ataupun serangan jantung, yang dahulu penyakit ini lebih sering menyerang lansia. Memang tantangan hidup yang semakin kompetitif dengan berbagai disrupsi dan kompetisi tajam membuat ketegangan semakin tinggi.
Tidak jarang para pekerja menghabiskan 12–14 jam setiap harinya untuk dapat bertahan, bahkan memimpin dalam persaingan. Ponsel selalu dalam genggaman dan siap untuk merespons panggilan dari tempat kerjanya. Saat bersama keluarga pun, pikiran dan jiwanya tetap pada pekerjaan sehingga tidak jarang mengakibatkan kualitas hubungan keluarga merenggang.
Semua sadar tujuan bekerja adalah membahagiakan keluarga. Namun, kenyataannya, keluarga sering merasa dikorbankan karena pekerjaan. Padahal, permasalahan dalam keluarga dapat berdampak pada performa individu di tempat kerja. Bagaimana kita memutus lingkaran ini?
Kebanyakan organisasi menginvestasikan dana mereka untuk pengembangan keterampilan dan kompetensi karyawannya. Namun, berapa banyak yang melakukan investasi untuk memastikan agar karyawan dapat berkontribusi kepada organisasi dalam jangka waktu panjang?
Bagaimana individu dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya bila ia sendiri mengalami kelelahan fisik dan mental? Semboyan “kerja, kerja, kerja” tampaknya perlu ditelaah kembali implementasinya.
Organisasi sering memberikan pelatihan manajemen waktu dengan tujuan agar para karyawan dapat memaksimalkan produktivitas mereka dan berkontribusi lebih besar bagi organisasi. Namun, bagaimanapun juga waktu setiap orang adalah tetap 24 jam sehari, tidak lebih tidak kurang. Di samping manajemen waktu, the science of stamina menyarankan untuk melakukan manajemen energi.
Berbeda dengan waktu, kapasitas energi dapat terus berkembang dengan mengubah kebiasaan dan membangun ritual-ritual baru yang lebih efektif.
Google membangun kantornya dengan beragam area bermain maupun taman-taman hijau agar karyawan dapat mengistirahatkan sejenak pikirannya ketika makan siang dan kembali dengan lebih segar.
Anak sekolah dan karyawan di China terbiasa tidur sejenak setelah jam makan siang sehingga dapat kembali belajar dan bekerja dengan lebih bugar. Jadi, kunci mencapai kesuksesan yang sering terlupakan adalah bagaimana menjaga kekuatan sehingga dapat terus berkompetisi untuk jangka panjang.